Berpetualang di Air Terjun Kapas Biru di Pronojiwo Lumajang

Konten [Tampil]
Assalamualaikum wr wb

Sekitar 2 tahun lalu, Lumajang itu lagi booming banget dengan air terjun barunya yang cantik. Orang-orang menyebutnya Air Terjun Kapas Biru. Lokasinya di Pronojiwo, perbatasan dengan Malang.


Alhamdulillah saya berkesempatan berkunjung ke sana. Usai mengurus kebutuhan data penelitian di UPT PSDA Bondoyudo Baru yang ada di Lumajang kota, saya bersama teman-teman langsung tancap gas menuju Pronojiwo.

Ada urusan di UPT PSDA Bondoyudo Baru di Lumajang
Mampir ke alun-alun kota Lumajang
Nekat meski kami berangkat dari kota siang hari. Tepat sesuai dugaan, kami tiba di tempat parkir Air Terjun Kapas Biru pukul 3 tepat. Fiuh, menguji nyali. Sebab, sore banget. Enggak wajar untuk jam-jam travelling ke air terjun.

Lokasi Air Terjun Kapas Biru

Air Terjun Kapas Biru ini lokasinya di Desa Mulyoarjo, Kecamatan Pronojiwo, Kabupaten Lumajang. Iya, jalanannya menuju dan berliku. Berada di kawasan piketnol yang terkenal dengan jalanan berkelok banyak dengan jurang di satu sisi.

Untuk ke lokasi, kurang lebih membutuhkan waktu 90 menit perjalanan dari Alun-Alun Kota Lumajang. Sesampainya di lokasi, tidak ada tanda masuk atau sesuatu yang mengarahkan masuk ke lokasi. Dulu sih ada banner besar yang terpampang dekat sana. Namun saat saya ke sana, banner atau tanda itu sudah tidak ada. Jadi cukup kesusahan sih. Kami baru bisa menemukan tempatnya setelah tanya-tanya ke warga sekitar.

Dulu ada banner ini, tapi waktu kami ke sana sudah rusak (gambar @flickr by Rendika Iswandi)

Bisa juga sih berangkat dari kota Malang. Ya kurang lebih 90 menit dari pusat kota. Tapi ya gitu, ketika memasuki perbatasan Malang menuju Lumajang, kita akan disuguhi oleh beragam penawaran akses masuk ke Air Terjun Kapas Biru. Banyak yang mengklaim air terjun itu dengan nama-nama lain, seperti coban kapas, coban kabut pelangi, dll.

Ah, padahal Air Terjun Kapas Biru ini milik Lumajang. Tapi sayangnya warga lokal di perbatasan Malang mengklaim. Jadi, sebagai traveller yang baik, diusahakan masuk ke perbatasan Lumajang dulu ya. Baru mencari lokasi persis Air Terjun Kapas Biru yang secara geografis berada di wilayah Lumajang.



HTM Air Terjun Kapas Biru

HTM Air Terjun Kapas Biru cuma 5.000 rupiah per orang. Biaya parkir sepeda motor 5.000 rupiah. Sementara biaya parkir mobil 10.000 rupiah. Amat terjangkau lah…

Untuk tempat parkirnya, kita bisa langsung parkir di pelataran wisata Air Terjun Kapas Biru. Inshaa Allah aman. Soalnya dekat dengan rumah warga.

Memulai Perjalanan Menuju Air Terjun Kapas Biru

Perjalanan dimulai dengan masuknya kita ke perkebunan salak di kanan kiri. Saya pikir, air terjunnya di balik kebun salak. Eh ternyata enggak dong. Di balik kebun salak adalah jalanan menurun yang hampir serupa jurang. Jadi, kita harus berjalan pelan-pelan. Mrepet-mrepet ke tanah yang cukup curam. Ada pegangannya kok.

Tapi makin lama pegangannya semakin hilang, hingga jalanan curam itu habis. Lalu kita berjalan di jalan setapak. Tanahnya liat. Hati-hati, kanan kita jurang. Tapi jurangnya enggak terlalu curam, namun tentu saja tetap berbahaya.

Ini potret jalanannya. Terlihat mudah. Tapi kan nggak mungkin saya ambik foto di jalan yang sulit

Turun Lewat Tangga yang Mengerikan

Baru 15 menit perjalanan, fiuh, kami kaget banget saat menemukan patahan jalan. Ketinggiannya berbeda. Langsung terpatah gitu aja. Hanya disambungkan dengan tangga besi setinggi 2 meter. Menyambungkan 2 tempat dengan ketinggian yang berbeda.

Alih-alih tangganya dibuat miring untuk kenyamanan. Ealah ini tangganya tegak 90 derajat. Ngeri banget dah. Haduh apalagi sisi kanannya jurang. Ngeri banget.

Tangganya enggak semiring ini, melainkan tegak-gak. (Sumber gambar @Youtube Mas Greg)
Kami pun mencoba menuruni tangga satu persatu. Bisa.. bisa… Yakin.. yakin… Alhamdulillah pelan-pelan kami bisa menuruni tangga mengerikan itu. Kemudian kami melanjutkan perjalanan.

Menemukan Air Terjun Semu

Sekitar 30 menit perjalanan, kami melihat aliran air yang turun dari atas. Kami kira itu aliran air terjun kapas biru, eh ternyata bukan. Hanya aliran air dari atas tebing yang menuruni tebing. Lebarnya kurang lebih 50 cm. Iya, kita harus melewati aliran air tersebut. Pelan-pelan.

Ah iya, sejatinya kita berjalan di pinggir tebing. Bukan di ujung tebing yang bagian atas. Melainkan di bagian tengah bawah tebing. Yang pinggir kanannya adalah jurang. Jadi kita berjalan di antara 2 tebing. Tebing 1 yang persis ada di kiri kita. Tebing 2 adalah yang di seberang, yang kita dipisahkan oleh aliran sungai Air Terjun Kapas Biru.

Yang saya kira Air Terjun Kapas Biru tapi ternyata bukan

Saya yang mencoba baik-baik saja...

Menyerah di Tengah Perjalanan 

Kami main ke Air Terjun Kapas Biru ini ber-6. Saya, Mbak Amel, Mbak Jeje, Mas Wawan, Mas Erwan dan Binting. 3 cewek dan 3 cowok. Selama perjalanan, kita berusaha saling menjaga.

Saya yang merasa tubuhnya fit (gara-gara rajin zumba), ambil posisi paling depan. Mas Erwan di belakang saya, cukup tertatih-tatih. Sementara, Bintang menuntun Mbak Amel. Mas Wawan membersamai Mbak Jeje.

Mbak Amel sama Mbak Jeje udah pada mau nyerah. Tapi diyakinkan sama Bintang dan Mas Wawan. Bilangnya, “bentar lagi sampai”. Padahal enggak ada yang tahu secara pasti kita akan sampai kapan. Bahkan mungkin, jalan untuk kembali akan lebih cepat daripada sisa perjalanan menuju air terjun. Fiuh…

Kami seakan-akan berada di tengah-tengah hutan

Kehujanan dan Berteduh di Saung

Di tengah-tengah perjalanan, kami bertemu dengan seorang pria paruh baya yang memikul rumput pakan ternak. Kami tanya, air terjunnya masih jauh?

Jawabnya: sudah dekat, sedikit lagi, di balik ini.

Fiuh, sedekat apa?

Saya tanya lagi, ada tempat berteduh?

Ada. Bagus kok pemandangannya. Ada tempat duduk-duduknya.

Mendengar secercah harapan, kami memutuskan untuk melanjutkan perjalanan. Meski dengan diiringi sedikit ragu, kapan kita akan sampai.

Hingga akhirnya hujan turun. Gerimis. Namun diprediksi akan deras.

Alhamdulillah, kami menemukan saung. Saung itu persis berada di sisi tepi sawah. Kami segera berteduh dan berbagi tempat. Membuka camilan dan minuman yang kami bawa. Leyeh-leyeh, istirahat, memulihkan tenaga.

Penampakan sawah di Air Terjun Kapas Biru (Sumber gambar: verzamalang.wordpress.com)

Btw, saya cukup takjub. Ketika tahu bahwa ada sawah di sini. Di bawah tebing loh ini. Perjalanannya cukup jauh, naik turun. Saya salut sih kepada pemilik dan pengelola sawah di lokasi antimainstream ini. Sawahnya ijo royo-royo. Semoga lelah dan peluh keringat yang dirasakan, bisa terbalas dengan setimpal.

Tanaman kopi yang basah, di belakang saung kami

Memutuskan Melanjutkan Sisa Perjalanan

Kami beristirahat kurang lebih 15 menit. Fiuh, cukup banget untuk memulihkan tenaga. Rencananya, hanya Bintang dan Mas Wawan yang akan lanjut ke Air Terjun Kapas Biru. Sementara, lainnya menyerah.

Mulanya saya menyerah. Namun ketika saya merasa tubuh sudah mulai pulih, saya memutuskan untuk ikut. Yakin ikut.

Lalu, Mbak Jeje juga mau ikut. Nanggung, tinggal sedikit lagi, begitu katanya. Kabar baiknya, Mbak Amel juga mendadak pengen ikut. Wuah akhirnya pada ikutan. Kecuali Mas Erwan. Dia lebih memilih stay di saung sambil nge-game. Sinyal Telkomsel amat joss di sana. 4G cuy!


Ya memang masih gerimis sih. Tapi minimal tidak deras seperti sebelumnya. Kami mengambil daun pisang sebagai pengganti payung. Supaya baju enggak basah-basah banget.

Tiba di Air Terjun Kapas Biru

Baru 2 menit perjalanan, lah sudah sampai ke Air Terjun Kapas Biru. Kami nggondok dong. Syok saat tahu bahwa lokasi air terjun ternyata sedekat ini dengan saung tempat kami beristirahat.

Di hadapan kami, terpampang nyata air terjun setinggi 20 m. Ada pepohonan dan tanaman rendah di sekelilingnya. Ada saung-saung yang bisa dijadikan tempat singgah.

Mashaa Allah… keren banget. Kami menemukan oase dari berlelah-lelahnya perjalanan. Menemukan surga di balik kaki tebing.


Andaikan saya memiliki sepaket air terjun semacam ini di belakang rumah. Wuih, sedep banget. Refreshing di belakang rumah. Bersenda gurau dengan suami. Main dengan anak cucu. Ngeblog sambil dengerin suara air terjun. Juga menjadi tempat yang paling oke untuk kumpul-kumpul keluarga/kerabat… Sayangnya ini hanya perandaian…


Mengapa Dinamakan Air Terjun Kapas Biru?

Orang-orang bilang, air yang turun dari atas menuju bagian dasar menghasilkan buih-buih air yang seakan-akan menyerupai kapas berwarna biru. Buih-buihnya ituloh yang serupa kapas.

Namun sayang, saat saya datang ke sini, kami tidak mendapati wujud kapas biru itu. Sebab, kami turunnya saat hujan. Kemungkinan besar air yang masuk ke sungai berwarna coklat karena hujan turun cukup deras.

Airnya coklat, sedang tidak biru

Spot Foto Favorit di Air Terjun Kapas Biru

Kita bisa berfoto di mana saja. Di seluruh sudut air terjunpun, akan tetap terlihat keren. Namun ada satu spot foto favorit yang keren banget. Yaitu di dudukan bambu, yang diapit oleh pohon bambu kembar. Backgroundnya, pemandangan air terjun kapas biru yang sungguh sempurna. Seperti ini contohnya.


Mungkin akan lebih indah lagi ya kalau tanaman-tanamannya bersemi. Ya, saat musim semi, tanaman-tanaman di sekitar Air Terjun Kapas Biru akan berbunga. Ada yang bunganya berwarna merah, ungu, dll. Membuat pemandangan di sini semakin semarak dan menyenangkan.

Beristirahat di Saung

Ada 2 saung di sini. Cukup luas. Biasanya dijadikan tempat istirahat oleh para pengunjung. Boleh loh membawa bekal makanan. Iya, sekalian piknik. Pokoknya, kudu kuat aja bawa perbekalan dengan melalui medan yang ekstrim dan cukup lama, hoho.

Oh iya, biasanya kalau pagi ada yang berjualan makanan di sini. Ya jajan-jajan biasa aja. Jajannya anak TK-SD. Makanan ringan. Minimal untuk pengganjal perut yang kelaparan.

Sumber gambar: beritadunia.net

Yang Perlu Diperhatikan Saat Main ke Air Terjun Kapas Biru

Wuah Air Terjun Kapas Biru ini bukan tempat wisata sembarangan. Kita harus menyiapkan segala sesuatunya supaya kita bisa tetap bahagia dan nyaman saat tiba di lokasi. Berikut ini saya akan menyampaikan hal-hal yang perlu diperhatikan saat main ke Air Terjun Kapas Biru:

1. Gunakan Pakaian dan Sepatu yang Nyaman

Medan ke air terjun ini serupa tracking. Harus pakai pakaian yang nyaman, jangan yang ribet. Sepatunya juga usahakan oke. Ada baiknya kalau menggunakan sepatu kets atau sandal gunung. Atau yang lebih dari itu juga bagus.

Teman saya, Mbak Amel, rencananya malah mau pakai baju gamis ala Ibu-Ibu gituloh. Ya salaam… lah dikira kita mau pengajian ya, lahwong mau ke air terjun. Jadi, saat kami hendak menjemput Mbak Amel, kami memintanya untuk ganti kostum terlebih dahulu.

Ada lagi nih Mbak Jeje, dia cabut dari kantornya, kebetulan Ibu Kadinasnya sedang keluar kota, jadi dia cukup senggang. Ya masa’ dia mau ke air terjun pakai rok span? Ganti dulu. Mirisnya, dia ganti di ruang tamu dan roknya dilempar ke sofa ruang tamu. Ya ampun cewek-cewek ini…

Ah ya, kalau saya memang pakai rok. Soalnya udah nyaman. Roknya lebar, enak dipakai. Dan saya juga oke kalau tracking kemana-mana pakai rok. Udah biasa. Udah mapan.

Saya tetap enjoy pake rok

2. Bawa Perbekalan Secukupnya

Sebenarnya teman-teman enggak mau bawa minuman atau makanan. Emoh bawa-bawa. Tapi karena saya menduga jalanannya cukup ekstrim dan butuh asupan pelepas lelah, saya tetap bawa tas yang isinya perbekalan makanan minuman. Ada 1 minuman botol 1,5 liter yang dibawa Bintang.

Terbukti, makanan minuman ini habis saat kita beristirahat di tengah perjalanan. Ampuh banget untuk memulihkan tenaga.

3. Olahraga Dulu Sebelumnya

Saya sih oke-oke aja ya datang ke tempat ekstrim macam ini. Soalnya beberapa waktu belakangan itu, saya cukup rajin zumba. Merasa bahwa tubuh saya lebih fit daripada biasanya. Enggak terlalu ngos-ngosan. Malah bisa melangkah lebih pede. Berdiri paling depan. Tapi tetap nunggu teman-teman di belakang, juga merasa awas dengan situasi di depan

4. Datang Pada Waktu yang Tepat

Nah ini nih yang harus diperhatikan, luput dari perhatian kami. Seharusnya pengunjung tiba di sini itu pada pagi hari. Kira-kira pukul 8 atau 9 pagi. Jadinya cuaca lebih fresh, tenaga masih oke, dan cahaya matahari alami buat foto-foto bisa dapat maksimal banget.

Namun apalah daya, kami masih ada urusan di kota, hingga baru bisa datang ke sini jam 3 sore. Saat tiba di sana, time dan self management harus benar-benar diperhatikan. Harus paham alarm tubuh. Harus menghitung waktu dengan tepat supaya tetap aman.

Perjalanan Pulang dari Air Terjun Kapas Biru

17.00 wib
Kami harus pulang. Saya panggil teman-teman untuk segera beres-beres. Suasana belum terlihat gelap. Masih aman. Masih terang. Tapi kami harus segera pulang. Sebab, bahaya bila berada di sini menjelang malam.

Saat kami di air terjun, ada seorang travel fotografer. Badannya kekar, rambutnya gondrong, kameranya gede. Kami ajak pulang bareng. Mau kami, dia di depan, lalu saya di belakangnya, kemudian teman-teman.

Bersama travelo fotografer yang kemudian ngilang

Ya salaaam… di tengah perjalanan, itu orang hilang. Melangkah lebih jauh. Meninggalkan saya dan teman-teman. Saya coba mengejar, namun tak terkejar. Sementara teman-teman tertinggal jauh di belakang.

Akhirnya saya menunggu teman-teman. Namun sembari menunggu, saya juga berjalan. Pelan-pelan. Bagi saya sendiri, susah untuk menemukan pijakan yang pas. Sebab, tanahnya liat. Becek. Bekas hujan. Bahaya.

Saya merasa tidak terlalu jauh dengan teman-teman. Kadang-kadang mereka memanggil. Lalu menjawab. Mereka tidak terlihat sih. Hanya saja, dugaan saya, mereka ada di balik belokan. Jadinya mereka tak terlihat, namun suaranya terdengar. Kecuali bila suara yang terdengar itu hanyalah kehaluan saya.

Sungguh, suasana semakin gelap. Sayup-sayup terdengar suara tahrim. Halusinasi saya sudah macam-macam, sebab sebelumnya sempat mengimajinasikan kisah teman yang aneh-aneh. Namun saya tetap yakin, bahwa saya berada di jalan yang benar dan dilindungi Allah. Pokoknya, saya istighfar.

Teman-teman masih di belakang. Tak tahu wujudnya bagaimana. Tak tahu keadaannya bagaimana. Menurut cerita mereka, katanya mereka berjalan terseok-seok. Mas Erwan bolak-balik jatuh kepleset. Mbak Jeje dan Mbak Amel hampir uring-uringan. Sementara saya… sendirian.

Hingga akhirnya, saya menemukan batu besar. Saya beristirahat di sana. Melepas lelah. Apalagi saya juga sudah pusing. Enggak kuat mikir.

Kehaluan saya mulai lagi. Hmm biasanya batu besar itu ada penghuninya kan? Ya sudah, istighar ajalah.

Enggak berapa lama kemudian, teman-teman datang menyusul. Alhamdulillah…. Teman-teman capek. Kami beristirahat sebentar di batu besar. Tapi enggak bisa lama-lama. Sebab, malam sudah hampir gelap banget.

Selanjutnya, kami berjalan menapaki daratan yang curam. Bahkan, saya harus berjalan merangkak saking curamnya.

Hingga akhirnya, kami tiba di tangga yang mengerikan itu. Pasrah dah ini gimana cara lihat jalannya.

Namun Alhamdulillah… pertolongan datang. Kami dijemput oleh warga. Mereka membawa payung dan penerangan. Kami bersyukur, akhirnya kami selamat.

Kami berjalan tertatih-tatih. Semampu kami. Suasana benar-benar gelap. Tanpa lampu senter, kami sama sekali tidak bisa melihat dalam gelap.

Saya berjalan didampingi oleh anak karang taruna setempat. Sambil jalan, saya tanya-tanya. Memang, apabila ada pengunjung yang belum kembali saat adzan magrib tiba, maka tim harus menjemput. Khawatir kenapa-napa.

18.00 wib
Alhamdulillah… tibalah kami di rumah warga. Memesan teh hangat untuk semua pasukan. Menghangatkan diri. Saling berbagi cerita tentang kekalutan perjalanan pulang.

Fiuh, benar-benar perjalanan yang luar biasa. Anti mainstream banget buat kami. Pengalaman pertama dan terakhir, enggak lagi-lagi, begitu kata Mbak Amel, Mbak Jeje, dan Mas Erwan.

Saya sih mulanya berkata begitu. Tapi saya kurang puas. Saya belum dapat foto yang ciamik. Belum dapat momen bunga-bunga bermekaran di air terjun. Berarti, saya harus kembali lagi ke sini. Harus! Tapi sama si Mas ajalah biar fotonya bagus, hehehe.

19.00 wib
Kami bergegas pulang. Naik mobil, melewati jalanan piketnol. Cukup was-was. Karena jalanan berliku dan sebelah kanan adalah jurang. Tapi tenang, kata teman-teman Mas Wawan adalah sopir ahli bis malam.

20.15 wib
Kami tiba di rumah saya. Saat di perjalanan, dengan keadaan baterai hape yang hampir sekarat, saya minta Ibu untuk menyiapkan makanan. Dan benar saja, makanan yang Ibu siapkan ludes dimakan.

Di rumah, teman-teman numpang bersih-bersih badan. Untungnya ada 2 kamar mandi yang bisa dipakai. Mbak Amel dan Mbak Jeje di kamar mandi belakang. Sementar 3 cowok lainnya di kamar mandi atas.

Mbak Amel dan Mbak Jeje saya pinjami setelan pakaian saya. Untungnya ya, ukuran badan saya ada di antara mereka berdua. Jadi bisa menyiapkan baju yang lebih besar dan baju yang lebih kecil. Sementara, Mas Wawan dan Bintang saya pinjamkan sarung dari Ayah, dan baju dari saya. Kalau Mas Erwan, dia bawa sendiri.
--

Itulah, cerita perjalanan kami ke Air Terjun Kapas Biru. Kisah perjalanannya lebih panjang ya daripada cerita saya saat menikmati air terjunnya. Ya bagaimana, proses itu lebih seru untuk diceritakan daripada hasil, hoho…

Maka, teman-teman… apabila kamu mau main ke Air Terjun Kapas Biru, mohon diperhatikan baik-baik yaaa mengenai apa yang saya katakan. Sebab, perjalanannya seperti tracking ke gunung. Meski bukan gunung yang tinggi sih, tapi ya serupa lah. Harus kuat mental dan fisik. Juga hati yang suci.

Jadi, kapan kamu mau datang ke sini?

Hati-hati ya

Wassalamualaikum wr wb 💕
Rhoshandhayani KT
Rhoshandhayani, seorang lifestyle blogger yang semangat bercerita tentang keluarga, relationship, travel and kuliner~

Related Posts

Posting Komentar