Pertama Kali Mengajar di Lapas

6 komentar
Konten [Tampil]
Assalammualaikum wr wb

Hari ketiga pada bulan September merupakan hari pertama saya mengajar di tempat ekstrim, yaitu Lapas. Agendanya: pukul 14.00 – 15.30 mata pelajaran Sejarah, lalu pukul 15.30 – 16.00 mata pelajaran Fisika. Mata pelajaran Sejarah dihandle oleh mbak Rinda, sedangkan Fisika dipegang oleh saya sendiri.

Kami tiba di Lapas beberapa menit sebelum jam 2 siang. Kami ditemani oleh beberapa kawan dari kampus tetangga, yaitu mas Lutfi, mbak Tri, dan mbak Septa. Mereka adalah mahasiswa yang sedang PKL (Praktek Kerja Lapangan) di Garwita (kantor bersama Lembaga Hukum Masyarakat). Setahu saya, Jail Schooling ini digagas oleh teman-teman PKL fakultas psikolog Universitas Muhammadiyah Jember. Mereka menginisiasi berdirinya Jail Schooling di Lapas anak-anak kelas Ic.

Sesuai waktu yang telah ditentukan, kami pun memasuki Lapas. Kami berlima berjalan menuju lapas kelas 1c dengan ditonton para tahanan Lapas yang sedang berlalu lalang di sekitar kami. Agak ngeri memang, tapi yaa mau gimana lagi, saya dan kawan-kawan harus segera bertemu dengan anak-anak Lapas binaan kami.

Ketika kami masuk ruangan kelas 1C, terlihat anak-anak Lapas yang sedang menikmati kesibukannya, yaitu merokok dan ngopi. Saya, yang anti banget dengan rokok, mau nggak mau harus betah dengan asap rokok. Memang sih, ketika kami berada di lapas 1C, mereka menghargai kami dengan membuang rokok. Tapi kadangkala mereka merajuk agar menghabiskan rokoknya dulu. Haduuuh, asapnya itulooooh…

Mbak Tri, sebagai mahasiswa yang bertubuh paling besar dan sangat diingat oleh teman-teman Lapas, memberi kabar tentang pelajaran yang akan ditempuh oleh anak-anak Lapas hari ini, yaitu sejarah dan fisika. Duh, ketika mereka mendegar kata “fisika”, anak-anak Lapas langsung mengeluh. Saya langsung pusing, “baru dengar kata fisika, semangat belajar langsung kendor.” Mungkin di mata mereka, fisika itu menyeramkan kali ya?

Pelajaran pertama adalah pelajaran sejarah yang akan dibawakan oleh mbak Rinda. Karena hari ini masih pertemuan pertama, maka yang diajarkan mbak Rinda adalah materi tentang apa itu sejarah?
Ketika mbak Rinda bertanya, “menurut kalian, sejarah itu apa?”

Proses pembelajaran di Jail Schooling
Pertanyaan tersebut ditanyakan satu persatu kepada anak-anak Lapas dengan berbagai susunan kata yang menarik, tapi tetap saja nggak ada yang mau menjawab. Akhirnya, pada putaran kedua, Halik menjawab, “yaa menurut saya… maaf kalo salah ya mbak… soalnya saya juga nggak tahu… Kalo menurut saya mbak, sejarah itu tentang masa lalu... itu sih menurut saya…”

Haduuuh, mau menjawab pertanyaan sederhana seperti itu lah kok ribet tenan toh. Muter-muter ndak karuan.

Ketika pelajaran Sejarah berlangsung, saya merasa bahwa anak-anak Lapas kurang aktif, entah kenapa. Mungkin karena interaksi antara mbak Rinda dengan anak-anak Lapas dirasa kurang. Duh, apalagi Riki, yang ditanya berulang kalipun, tidak pernah sekalipun mengeluarkan kata-kata. Riki menjadi catatan penting buat saya. Bagaimanapun caranya, nanti ketika saya mengajar, Riki harus mau berbicara.

Pelajaran kedua adalah fisika yang dibawakan oleh saya sendiri. Ehem, sebagai pengajar baru, saya merasa dag dig dug ser. Ndredeg bos! Saya gugup, sampai-sampai saya tidak tahu harus berbicara apa.

Hal yang pertama saya lakukan adalah perkenalan.

Hal kedua yang saya lakukan adalah berinteraksi dengan mereka, menjadi kawan mereka, dan bukan menjadi guru mereka. Saya ingin menjadi kakak atau teman yang usianya nggak beda jauh dengan mereka. Seperti yang saya bilang sebelumnya, mereka adalah adik-adik saya yang salah gaul sehingga terdampar di tempat seperti ini.

Materi yang saya ajarkan adalah Besaran dan Pengukuran. Submateri yang sudah saya siapkan antara lain besaran (pokok-turunan), satuan, alat ukur dan angka penting. Saya menjelaskan materi-materi tersebut dengan semangat juang 45, penuh kasih sayang dan diselingi dengan tawa bahagia.

Riki, murid yang berjamper kuning, yang telah saya catat dalam benak saya untuk membuat dia mau ngomong, akhirnya mau ngomong juga. Tanpa saya pinta pun, dia bertanya cukup banyak. Anak-anak Lapas yang lain juga semangat ketika saya adakan tanyajawab secara langsung. Saya merasa mereka nyaman dengan saya, karena saya cukup intens berinteraksi dengan mereka karena di sisi lain saya juga humoris.

Namanya saja anak Lapas, mereka suka rame saat pelajaran berlangsung. Bukannya rame kayak pasar, tapi sering berceletuk. Adaaa aja yang dibahas. Masalahnya, mereka kalo ngobrol pake bahasa Madura, sedangkan saya belom paham sama sekali mengenai bahasa Madura. Bahasa Madura yang saya tahu hanyalah arapa dan njek.

Ketika ada tahanan lain lewat depan lapas 1c hanya untuk melihat anak-anak belajar, dan si tahanan teriak-teriak dari luar, beuh masih aja dipeduliin. Iya, jadinya di kelas ada acara sahut menyahut dan penyakit itu menular ke anak-anak lapas lainnya yang sedang konsentrasi belajar. Haduuuuh, tak jarang saya menegur mereka untuk fokus belajar.

Sebagai mahasiswa semester 3 yang minim pengalaman, saya tidak begitu tahu tentang metode dan model pembelajaran apa yang harus saya terapkan ketika mengajar di hadapan anak-anak Lapas.

Pada pertemuan ini, saya menggunakan metode ceramah. Tapi nggak ceramah full, melainkan juga ada tanya jawab sebagai bentuk interaksi antara saya dengan mereka. Untuk materi alat ukur, saya hanya bisa memberikan mereka masing-masing selembar kertas bergambar macam-macam alat ukur. Sebenarnya ingin sekali saya menunjukkan kepada mereka tentang mikrometer sekrup, neraca pegas dsb. Tapi apa daya barang-barang itu mahal dan tidak mungkin laboratorium fisika kampus bersedia meminjami saya alat ukur fisika tersebut.

Menjelang pukul 4 sore, kami bersiap untuk pulang. Saya dan pengajar lain akan datang lagi dengan ilmu baru untuk anak-anak Lapas yang kami banggakan.

Secara pribadi, saya merasa bahwa saya tidak begitu sukses memberikan materi pada pertemuan pertama ini. Iya, dari segi materi, saya kurang persiapan. Namun, saya merasa bahwa saya cukup sukses untuk mengambil hati mereka dengan cara berinteraksi. Iya, mengajak mereka guyon, terkadang menyelipkan bahan guyonan di sela-sela pemberian materi.

Yang saya sadari, saya tidak merasa cukup puas hari ini. Saya harus datang lagi Rabu depan, bertemu mereka dengan persiapan yang harus lebih matang lagi.

Ohya, di akhir postingan, sekalian saya ingin menjawab pertanyaan dari Kang Asep mengenai peran saya dan teman-teman di Jail Schooling. Kami di sini berperan sebagai pengajar sesuai bidangnya masing-masing. Iya, kami dapat honor, 20.000 setiap tatap muka (1 tatap muka setiap minggu). Saya pribadi, tanpa dibayarpun, saya tetap mau mengajar di Lapas. Swear!

Wassalammualaikum wr wb.

Related Posts

6 komentar

  1. Semangat ocha!

    Insya Allah banyak banget manfaat yang diperoleh para tahanan. Dan banyak juga pahala yang ocha dapet dari Allah SWT :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Semoga!

      Jangan nyerah di tengah ya cha.
      Semangat terusss sampai selesai.
      Aminn :)

      Hapus
  2. ya siip, teruskan. meski honor 20 ribu seminggu, meski ggak dibayarpun, itu sangat mulia. bakalan jadi tinta emas di hati anak-anak didik yang merindukan ilmu pengetahuan. teruskan dan semangat, disini kami selalu mendoakan semoga sukses.

    BalasHapus
  3. tapi ingat, jangan keceplosan di sana, malah ntar dikasih pelajaran bagaimana teknik melompati dinding yang baik.

    BalasHapus
    Balasan
    1. melompat...ko' fisika ya?
      kenapa bukan matematika sih :D

      Hapus
  4. Sungguh pegalaman yg luar biasa mbak ocha. Smg dpt mjd penerus bob foster. Amin.

    BalasHapus

Posting Komentar