Serasa Jibril Datang

10 komentar
Konten [Tampil]
Assalammualaikum wr wb

Saya tidak cukup banyak tahu mengenai seluk beluk malaikat. Yang saya tahu bahwa jumlah malaikat ada 10 dengan nama dan karakteristik masing-masing serta mereka diciptakan dari cahaya. Juga, kisah heroiknya dengan bangsa api yang masih terekam jelas di otak saya. 

Saya juga masih ingat sekilas kisah Jibril bersama Rasulullah SAW. Tiba-tiba malaikat Jibril datang dan saya seakan-akan lupa kisahnya saking bertaburannya imajinasi saya.

Sorean tadi, saya ke Toga Mas. Nggak mau beli apa-apa, Cuma pengen lihat-lihat aja. Kata temen-temen sih di Toga Mas lebih banyak buku kuliah daripada di Gramedia. Setelah saya cari-cari, ternyata Cuma sebarisan doang. Buku-buku pelengkap mata kuliah saya nggak ada sama sekali di sana. Kalaupun ada sih ya belum tentu saya beli. Maklumlah, harganya selangit menggigit.



Sampai akhirnya mata saya menarik-narik manja ke rak-rak yang dipenuhi senyuman Jokowi, senyuman Dahlan Iskan dan masih banyak lagi senyuman-senyuman berupa kata-kata berbentuk judul buku yang menghipnotis mata saya. Salah satunya adalah karangan Ahmad Rifai Rifan tentang “Hidup Sekali, Berarti, Lalu Mati”. Saya mau beli yang ini. Saya cek harganya. 39000. Cukuplah. Saya ada uang 40000 hasil penundaan beli buku “Strategi Belajar Mengajar Sains” gegara nggak ada orang yang menjaga UPT Penerbitan.

Saya cari buku yang kemasannya bagus, biar nggak rugi kalau mau beli. Sudah dapat kemasan yang bagus, saya lihat ke balik bukunya, eh njilalah lah kok harganya langsung melonjak naik 59000. Saya pelototin lagi. Ternyata saya salah baca.

Tanpa basa-basi, akhirnya saya move on. Saya pun membeli buku kecil sederhana dengan judul “Kebiasaan-Kebiasaan Orang Sukses Dunia” karangan Soedarsono yang dibandrol 39000 diskon 15%. Kalau yang ini harganya logis daripada buku tadi. Tapi, harga buku ini sebenarnya nggak logis sih jika dilihat dari sudut pandang dompet saya.

Saya lirik-lirik lagi, Endonesia. Saya pengen yang itu. Karangan Sudjiwo Tedjo. Tapi langsung pupus tersambar senyuman Ustadz Yusuf Mansyur yang bertengger manis di rak bagian barat. Saya mikir, lah orang ini kapan nulis buku sebanyak ini ya? Lahwong kerjaannya ceramah, ngasih tausiyah, belum lagi keliling-keliling. Beliau juga ngurusin pesantrennya, hotel juga dan ini itu juga yang saya nggak tahu. Ustadz yang mengandung humor ketika bertausiyah ini juga masih sibuk nulis wejangan-wejangan berbau surga di websitenya. Twitteran juga loooh. Beuh, gahoool be-ge-te.

Sudahlah, saatnya saya pulang. Akhirnya saya ke kasir. Uang di dompet melambai-lambai meminta tambahan teman. Saya hanya bisa bilang, “sabar ya nak… besok bunda carikan teman…”

Saya pun mengambil tas selempang berumur 5 tahun di tempat penitipan barang. Kemudian saya melihat ada seorang tukang gorengan yang tiba-tiba parkir manis di depan pintu utama Toga Mas. Wajah, dandanan, umur, sepeda tua dan dagangan gorengan sungguh menarik mata. Mungkin juga menarik lidah sebagian orang untuk mencela, tapi tidak untuk saya. Kalau boleh bilang, wajahnya mengesankan bagi saya. Putih. Tua. Baik. Sepertinya sosok penyabar. Kalau lihat wajahnya, terasa adem.

Dengan niat tulus, saya pun mendatangi beliau dengan menggenggam selembar uang kertas seharga sekali makan pagi saya. Dagangannya Cuma sedikit. Ada pisang goreng dan sejenisnya. Saya sih nggak ingin yang itu, karena terlalu silau dengan minyaknya. Ada pula krupuk, macaroni dan jajanan berwarna merah beraroma pedas meranggas. Saya sih tertarik yang ini, keripik yang saya nggak tahu namanya. Warnanya kuning, alami kok. Harganya 500an. Saya beli 2. Saya pun menyerahkan selembar uang kertas seharga sekali makan pagi saya, tanpa meminta kembalian.

Iya, sedekah. Saya yakin teman-teman blogger lebih rajin sedekah daripada saya dan tidak mengekspose seperti saya. Toh, saya di sini Cuma cerita. Tapi intinya bukan di sini, melainkan setelah ini.

Kemudian saya ke tempat parkir untuk mengambil revo saya. Belom selesai berkedip, eh pedagang tadi menghilang. Mungkin, ketika saya tidak membeli dagangannya, beliau masih standby di depan pintu utama toko buku tersebut sampai ada orang yang menyuruhnya pergi.

Malam ini, sebelum menuliskan ini, saya teringat pedagang tersebut. Cepet banget hilangnya, sekelebat mata, kayak Jibril. Serius!

*Iya, tulisan ini geje. Tulisan ini saya tulis malam harinya pada 22 Agustus lalu

Related Posts

10 komentar

  1. Belinya di GRAMEDIA kah Ocha? Kalau nda salah sedang ada Undian berhadiah tuh. Saya sempat liat posternya sekilas di GRAMEDIA Pontianak ada Undian Berhadiah Gramedia

    BalasHapus
    Balasan
    1. saya malah udah memenangkan undiannya dari Gramedia bandung mang....keren kan saya?

      Hapus
    2. terus, saya dibilang nggak keren karena nggak menang undian?

      Hapus
  2. kemana gerangan perginya ya? abis itu nggak ketemu sama beliau lagi Mbak?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Menghilang mau dagang
      untuk dapat uang
      daripada diam hanya dipandang

      :)

      Hapus
    2. nggak ahh, ntar dimarahi mas budi

      Hapus
  3. Seingat saya
    cerita diatas sudah pernah baca
    tapi lupa diblog siapa

    :)

    BalasHapus
  4. .. wouwwww,, masa sich mengilang?!? Jangan^ dia udah belok di gang kale,, #Mungkin. he..86x. Oia kalo aq sich biasanya beli buku kuliah tuch jarang ke gramedia,, kecuali terdesak. Napa gak beli buku di uranus ato toko buku laen nya?!? Selain harga nya miring,, juga serink dapet diskon untuk mahasiswa loch ..

    BalasHapus

Posting Komentar