Ini Lebaran Kami

6 komentar
Konten [Tampil]
Assalammualaikum wr wb

Hari Raya Idul Fitri sudah berlalu 10 hari, tapi aromanya masih tersesap di hati
Mengembang di badan, menjadikan diri ini semakin alergi timbangan

Firasat Saat H-3 Lebaran

Kilas balik dua pekan sebelumnya, lebih tepatnya saat menjelang hari kemenangan, ada sesuatu yang saya tunggu. Sesuatu itu adalah anugerah. Anugerah itu bisa berupa teguran, tamparan, maupun renungan yang menjadikan saya semakin dekat dengan-Nya.

Berdasarkan pengalaman 2 tahun terakhir, perihal kejadian yang menimpa diri saya (dua tahun lalu) dan adik (setahun lalu), membuat saya menandai detik-detik sakral menjelang hari kemenangan. Saking sakralnya, saya sampai takut dan khawatir berkepanjangan. Berdoa tak henti-hentinya.

Eh ternyata firasat itu memang benar adanya. Saya mengkhawatirkan orang tua saya, yang sedang dirundung masalah. Allahummagfirli... saya gencarkan dan saya tambahkan jumlahnya di setiap doa saya. Harap-harap cemas, semoga ada mukjizat di hari kemenangan.

Tibalah hari itu, yaitu hari ketika kami menggenapi puasa wajib di bulan ramadhan. Kecemasan saya sudah mulai tertahan, tapi masih berharap waswas semoga keluarga kami baik-baik saja.

Sholat Ied di Lapangan 

Seperti tahun-tahun sebelumnya, Ayah selalu mengajak kami untuk melaksanakan sholat idul fitri di lapangan terbuka, lebih tepatnya di stadion. Selalu di sana. Lapangannya luas, ceramah khotibnya enak-enak. Juga, bisa lebih lama dan puas bagi saya untuk menikmati awan yang terhampar di depan mata.

Setibanya kami di rumah, saya dan adik nggak boleh meminta maaf kepada ayah atau ibu terlebih dahulu. Urutannya, harus Ibu minta maaf ke Ayah dulu. Lalu, saya dan adik bergantian meminta maaf kepada Ayah dan Ibu. Kalau minta maaf ke Ayah sih cuma gitu doang. Tapi kalau minta maaf ke Ibu, wuuuuu pake pelukan yang kenceeeeeeng banget... terus Ibu bakalan bilang "teletubbies" 😂



Ke Rumah Mbah Uti

Berbeda dengan rumah lama kami yang dulu berlokasi di kawasan berkapling, tidak ada tradisi salam-salaman ke rumah tetangga di rumah baru kami. Iya, rumah kami tipe jomblo. Nggak punya tetangga. Jadinya saya nggak menikmati tradisi salam-salaman ke rumah tetangga seperti dulu lagi. Ah, sedih ya.

Maka dari itu, kami cus ke Tempeh, yaitu ke rumah mbah uti. Di sana, keluarga dan saudara-saudara dari pihak Ibu berkumpul. Tentunya rame banget 💃

Ketika lebaran tiba, mbah kakung (ketika masih hidup) dan mbah uti selalu duduk di kursi keramat. Kursi itu adalah kursi duduk mereka untuk kami sungkeman dan minta maaf. Sungkemannya juga harus urut, Ayah dan Ibu dulu, kemudian saya dan Adik. Kalau saya minta maaf duluan, jelas saja ditolak. Saya pernah mencobanya dan ditolak. Maka saya belajar dari hal sederhana itu.

Setelah minta maaf dan cium tangan - pipi kanan - pipi kiri, kami sekeluarga langsung menyerbu ruang makan untuk berburu opor dan ketupat. Maklum, saya dan Ibu nggak pernah membuat opor dan ketupat saat lebaran. Bisa dipastikan bahwa kami akan makan opor dan ketupat di rumah mbah Uti. Hal itu memang disengaja 😂

Setelah kenyang, kami datang ke rumah sebelah, untuk menemui  Pakde Joko dan Bude Sukis yang saaaangat dekat dengan kami. Kami lebih sering ngobrol-ngobrol di ruang tamunya, soalnya lebih terang, dan hmmm jajannya enak-enak. Ada buahnya juga, hehehe.

Biasanya, di situlah keluarga kami berkumpul. Kadang nggak lengkap sih, karena juga mereka ada saudara yang harus diprioritaskan juga bertemunya.

Foto Bareng Itu Momen Berharga

Pada momen ini, saya selalu bahagia. Bisa ngobrol banyak. Becandaan seru-seruan. Terus foto-foto. Iya, momen foto-foto itu wajib. Dan backgroundnya pasti di rumah Bude Sukis.


Pertanyaan yang Sering Ditanyakan

Orang-orang bilang, pertanyaan menyeramkan saat lebarang adalah "kapan nikah?". Kok saya nggak dapat pertanyaan semacam itu ya. Belum pantes ya kalau nikah 😅

Pertanyaan yang sering ditanyakan ke saya adalah seputar kuliah saya. "Sudah lulus? Kapan lulus? Habisini mau lanjut kemana?"

Tetapi topik obrolan yang menjadi trending topic bukanlah tentang saya, melainkan tentang si Adik yang mau berangkat ke Serpong. Mereka menceritakan tentang si Adik yang hebat banget, mau belajar di MAN Insan Cendekia, yang perjuangan masuk sananya itu sulit banget. Iya, Adik saya emang pinter banget. Bukan pinter lagi, melainkan cerdas. Juga, saya harus siap-siap berpisah dengan Adik 😰


Ke Blitar

Biasanya, hari pertama kami berkunjung ke rumah saudara dari pihak Ibu. Dipuas-puasin seharian. Kemudian, hari kedua berkunjung ke rumah saudara dari pihak Ayah. Tapi, setiap tahun juga, kami merencanakan untuk berkunjung ke rumah saudara kami di Blitar. Biasanya saat hari kedua atau hari ketiga.



Kami berangkat ke Blitar lewat piketnol Malang. Wuw, saya selalu mabok darat. Hal ini terjadi sampai saya SD kelas 6. Lalu, saat SMP dan SMA, saya selalu diwajibkan minum antimo. Lebih tepatnya antimo anak, karena saya nggak bisa menelan pil 😅 Alhamdulillah, sampai sekarang lancar, nggak mabukan. Palingan kalau lewat piketnol, saya wajib tidur, supaya nggak jadi malapetaka 😂

Pada tengah perjalanan, kami selalu menepi untuk makan bekal yang dibawa dari rumah. Biasanya kami makan di pinggir jalan, teras masjid ataupun pom bensin. Tapi tiga tahun belakangan ini kami menemukan rest area yang nyaaaaaman banget untuk orang-orang seperti kami.

Saya lupa nama rest areanya. Lokasinya setelah waduk Jatiluhur. Ada pom bensin dan masjidnya. Juga ada tempat bermain untuk anak. Ada juga ruangan terbuka yang sengaja diperuntukkan bagi kita beristirahat.



Di Blitar, kami selalu menginap di rumah Bude Endang, yaitu kakaknya Ibu yang kedua. Adik Ayah juga tinggal di Blitar. Jadi sekalian nyambangi keduanya.

Selalu ada cerita di rumah Bude Endang. Saya menandai, setiap tahunnya pasti ada dekorasi rumah yang diperbarui, tapi saya nggak sempat mengabadikannya sih.

Rumahnya gede... tapi nggak ada yang bersihin... karena beliaunya repot di pasar. Jadilah, setiap kami datang ke sana, selalu menyapu lantai. Saking repotnya, bahkan selama di sana kami sendiri yang masak buat makan dan sarapan. Ah elah 💁


Kemudian, malam harinya kami bersilaturahmi ke rumah Mbak Sulas, anaknya Bude Endang yang sudah memiliki anak juga seumuran saya. Jadinya, saya sudah punya ponakan gede, hehehe...

Kami menginap di Blitar cuma semalam. Paginya, kami bersiap untuk kembali ke Blitar. Biasanya, kami ke pasar dulu untuk menemui Bude Endang dan Mbak Sulas. Sekalian kami pamitan pulang.

Tamu di Rumah

Rumah kami kan bukan rumah induk, hanyalah rumah yang berisi 4 orang. Jadinya, jarang banget ada saudara yang datang ke rumah kami, soalnya nggak ada mbah-mbahane atau yang dituakan.

Tapi tentu saja ada saudara-saudara dan kerabat yang datang rombongan ke rumah. Kadang, kursi di ruang tamu sampai full. Jadi saya menambahkan kursi-kursi dari ruang makan untuk dibawa ke ruang tamu. Atau juga bisa mereka ngobrol di ruang keluarga sambil lihat tv.


Kalau orangnya banyak, biasanya kami menyuguhi makanan berat. Karena kami nggak mau repot-repot masak banyak, jadinya kami belikan mereka bakso deh. Tukang baksonya nggak jauh dari rumah, sekitar 1km, naik sepeda motor. Baksonya enaaaaaaak banget, karena kami harus menyuguhkan yang terbaik.


Setiap lebaran, kami nggak pernah beli kue lebaran. Nggak pernah sama sekali. Ayah selalu dapat banyak kue lebaran. Ibu dan saya juga terkadang dapat kue lebaran. Kuenya enak-enak pula. Hmm... Demen diabisi sendiri 😅


Pernah nih, kami kedatangan rombongan saudara dari Sememu. Banyaaaak banget. Kue lebaran tentu kami suguhkan dan terhidang dengan manis di meja ruang tamu. Ketika mereka pulang, saya beberes ruang tamu. Lalu saya shock melihat banyak toples yang kosong dan ada beberapa yang tinggal sedikit 😂 Saya kaget banget. Soalnya jarang ada rombongan saudara yang menghabiskan kue lebaran sebanyak ini.

Kemudian saya mengajak Ibu berpikir, "mengapa kue lebarannya mendadak habis? ada apakah ini sebenarnya?"

Eh njilalah, saya baru ingat, kalau mereka adalah orang desa yang jajanannya hanya itu ituuuu aja. Seperti kacang-kacangan, rengginang, peyek, dll. Kue desa lah intinya. Lah di rumah saya kan kuenya itu plastikan, yang biasanya ada di toko mart-mart. Oooo pantesan ya, kuenya diabisin dan dikantongin di celana soalnya jarang banget mereka nemu kue seperti di rumah 😂😂😂

Kue lebaran pemberian di rumah itu banyak banget. Jarang habisnya. Tapi kami nggak pernah membuangnya, dosa. Jadinya, Ibu selalu bagi-bagi kue ke anak sekolah.

Iyaa, Ibu kan mesti jaga toko. Sambil jaga gitu, Ibu biasanya nyuruh anak-anak sekolah ngambil kue-kue lebaran itu. Ngambil sepuasnya daaaaah 💃💃

Lebaran Kami

Iya, beginilah lebaran kami. Begiiitu selalu. Belum ada rutinitas yang berubah. Mungkin rutinitas tersebut akan berubah ketika saya sudah mulai menikah. Hmmm... begitu kali yaa.


Btw, bagaimana lebaran teman-teman? Lebih seru dari inikah? Bagi cerita doooong 💃💃💃

Wassalammualaikum wr wb

Related Posts

6 komentar

  1. Tempeh itu daerah mana cha?
    Kok malah enak ya ada es sama basonya
    Ahhaha
    Di tempatku tu ya ada sungkem sungkeman ala tradisional jawa yang aku ga mudeng kromonya gimana, alhasil pas kegilir di aku rasanya bingung mo ngucap apa hahha

    BalasHapus
  2. Wahhh baru berubah saat punya gebetan ya mbak ? Uhukkkk, 😄

    Salam #DuniaFaisol

    BalasHapus
  3. Miriiipp semuaaa ya mbaaak. . Kembar gtu. Hehehe jd rindu ramadhan dan ketupat lebaraan. Rindu jugaa kumpul sama keluargaa besar. Begitu penuh nikmat dan menyenangkan. Nice sharing mbaak 😇

    BalasHapus
  4. wahhh,.penasaran ada apa di momen menjelang genap puasanya? kirain diceritain di belakang sekilas..Seru ya sungkeman ada urutannya :) Gudlak ya Ros,.suwun wis melok

    BalasHapus
  5. pertanyaan2 gitu emang nyebelin cha hahaha
    anyway selamat idul fitri taqabalallahu minna wa minkum

    BalasHapus
  6. Lengkap banget ceritanya nih, Teh. Mulai dari berkumpul bersama, banyak makanan dan yang lainnya. Itu adeknya udah pintar selfi teh..hehe

    Gak ada pertanyaan seperti itu karena yang mau tanya gak jadi, dia juga belum nikah..haha
    Tapi kalau ada yang tanya, cukup jawab saja, doain aja, sembari senyum ikhlas :)

    BalasHapus

Posting Komentar