Kembali Normal - Baleriano Chapter 25

Konten [Tampil]

Semua orang yang kupastikan bisa membantuku untuk menemukan Davin, ternyata sama sekali tidak memberikan satupun petunjuk tentang keberadaan Davin. Mereka semua benar-benar tidak tahu dimana Davin berada. Apalagi aku yang belum mengenal jauh mengenai seluk beluk dan latar belakang Davin.

Sudah 3 bulan lamanya Davin menghilang dari peredaran. Kiriman mawar putih padaku telah berhenti sejak lama. Seperti yang diketahui orang kebanyakan, mawar putih adalah simbol untuk meminta maaf. Dan dengan memberi mawar putih tersebut menandakan bahwa Davin ingin meminta maaf kepadaku. Lalu kenapa aku mengabaikannya? Ah, sungguh bodoh.

Aku masih mencari Davin. Aku menghubungi sahabat-sahabat Davin lagi dan mencoba mencari Davin pada clue-clue yang pernah mereka beritahukan. Aku juga mencari Davin di tempat kerja Davin. Aku datangi tempatnya, mencari informasi dan masih menunggu Davin di tempat ia bekerja, berharap Davin tiba-tiba datang ke tempat kerjanya. Namun hasilnya nihil, Davin benar-benar menghilang.

Satu-satunya clue yang terakhir adalah mencari kerabat dan sanak saudaranya. Namun sayang, tidak ada satu kerabat Davin yang aku kenal, kecuali Anya dan Om Danang. Mereka pun turut menghilang bersama Davin.

kembali-normal

Entah kemana lagi aku harus mencari. Aku sudah lelah.

Aku pasrah. Biarkan Tuhan yang mengatur ini semua.

Jika tiba saatnya aku bertemu Davin, maka aku pasti bertemu dengannya tanpa ada halangan. Jika waktu masih belum mempertemukanku dengannya, ya mungkin memang belum saatnya aku bertemu dengan Davin. Biarlah takdir yang mempertemukanku dengan Davin. Entah kapan, aku hanya bisa pasrah.

***

Sekarang, aku kembali menjadi manusia normal. Bangun pagi, mandi, sarapan lalu berangkat ke butik untuk bekerja. Menggambar desain sepatu, menerima order sepatu lalu menjualnya. Pulang ke rumah, membasuh badan, lalu mengobrol dengan Mama, kemudian tidur.

Kali ini kehidupanku monoton. Tidak ada yang spesial. Biasa. Standar.

Ah, aku bosan jika hidup seperti ini-ini melulu. Ingin rasanya kembali ke masa itu, saat masih bersama Davin.

Andai, saat tragedi di taman ketika kami jogging, aku tidak marah-marah dengan buas seperti itu dan tidak mempedulikan Kara sebagai mantan pacar Davin, pasti saat ini aku masih bersama Davin dan mungkin telah menyandang status ‘pacaran’. Mungkin. Bahkan tunangan. Mungkin. Dan bahkan menikah. Mungkin.

Aaaaaaaaah! Kemungkinan-kemungkinan itu hanyalah kata-kata yang busuk. Pengandaian tentang masa lalu hanyalah sebuah penyesalan. Penyesalan yang tak akan berhenti meneror jika belum tuntas menyelesaikannya.

Andaikan. Andaikan aku. Andaikan aku bersama. Andaikan aku bersama Davin. Andaikan aku bersama Davin pasti. Andaikan aku bersama Davin pasti hidupku. Andaikan aku bersama Davin pasti hidupku bahagia.

Ya, hanya sebuah andai. Andai tentang masa lalu, yang tak akan terjadi di masa depan.

Jujur, aku sangat bahagia ketika aku bersama Davin. Semuanya terasa indah. Melihat mobilnya, sosoknya, apalagi melihat ke dalam matanya, sungguh di luar dugaan dan terasa istimewa. Pada saat-saat indah seperti itu, aku merasa bahwa bunga-bunga di seluruh dunia berkumpul menjadi satu dan menempati ruang hatiku.

***

Hidupku kembali normal. Tapi mencintaimu tidak lagi normal.

Mencintaimu, sama halnya dengan bangun pagi. Bangun pagi, untuk mempersiapkan diri guna meraih masa depan. Mencintaimu, untuk mempersiapkan diri guna bertemu denganmu, karena kamulah masa depanku.

Mencintaimu, sama halnya dengan menggosok gisi. Menggosok gigi, untuk membersihkan sisa-sisa makanan yang menyangkut di sela-sela gigi. Mencintaimu, untuk membersihkan wanita-wanita jahat yang sempat mampir di kehidupanmu.

Mencintaimu, sama halnya dengan mandi. Mandi, membilas tubuh dengan air yang segar dari sumber mata air yang murni. Mencintaimu, membilas diri ini dengan cintamu yang segar dari mata hatimu yang suci.

Mencintaimu, sama halnya dengan berpakaian. Berpakaian, menutupi tubuh dengan busana agar menjadi indah. Mencintaimu, menutupi kekurangan dengan kelebihanmu agar menjadi sempurna.

Mencintaimu, sama halnya dengan sarapan pagi. Sarapan pagi, disiapkan untuk mengisi energi saat bekerja seharian. Mencintaimu, disiapkan untuk menjadi penyemangat saat bekerja seharian dan semalaman

Mencintaimu, sama halnya dengan berangkat kerja. Berangkat kerja, melakukan perjalanan menyusuri waktu untuk mendapatkan hasil berupa uang. Mencintaimu, melakukan perjalanan menyusuri hatimu untuk mendapatkan hasil berupa kasih sayangmu.

Mencintaimu, sama halnya dengan bekerja. Bekerja, untuk memenuhi kebutuhan hidupku. Mencintaimu, untuk memenuhi kebutuhan hidup dan matiku.

Mencintaimu, sama halnya dengan pulang kerja. Pulang kerja, kembali ke rumah dengan membawa buah tangan. Mencintaimu, kembali ke hatimu dengan membawa cinta yang penuh angan.

Mencintaimu, sama halnya dengan menonton tv. Menonton tv, ada untuk mengembalikan pikiran menjadi jernih dan agar tidak jemu. Mencintaimu, ada untuk mengembalikan tulang rusukku kepada pemiliknya, yaitu kamu.

Mencintaimu, sama halnya dengan menulis diary. Menulis diary, ada untuk menuliskan kisahku denganmu. Mencintaimu, ada untuk mengabadikan kehadiranku di hidupmu.

Mencintaimu, sama halnya dengan tidur. Tidur, melepaskan segala penat dari rasa lelah yang mendera. Mencintaimu, melepaskan segala luka dari kesalahan yang pernah ada.

***

Cinta itu mengenalkan berbagai rasa

– Novaninda -

Rhoshandhayani KT
Rhoshandhayani, seorang lifestyle blogger yang semangat bercerita tentang keluarga, relationship, travel and kuliner~

Related Posts

Posting Komentar