Bertunangan Dengan... - Baleriano Chapter 35:

Konten [Tampil]
naskah-novel-baleriano

Rencana pertunangan kami akan dilaksanakan bulan depan. Mama dan calon mertuaku yang menyiapkan seluruh keperluan pertunangan. Sedangkan kami berdua tidak begitu pusing memikirkannya. Kami hanya memikirkan diri sendiri, tidak memikirkan satu sama lain. Kita memang duduk bersama, tapi hati kita tetap sendiri-sendiri. Percuma. Kami tidak menyatu dan tak akan pernah menyatu.

Malam ini, aku sedang dinner di sebuah kafe yang tak jauh dari butikku. Aku mengenakan gaun hitam. Aryo mengimbangiku dengan mengenakan kemeja hitam. Malam ini kami sengaja bertemu untuk membahas rencana pertunangan kami.

“Ra, tidakkah kamu ingin mundur dari pertunangan ini?” tanya Aryo membuka topik pembicaraan yang sangat serius.

Aku terkejut. Heran.

“Jujur saja... Nggak pa-pa. Aku juga ingin mengungkapkan kejujuran kok,” katanya lagi.

Aku masih heran dengan tingkah laku Aryo yang tiba-tiba berbicara ngelantur seperti ini. Apa dia tidak ingat bagaimana Mamanya yang akan menjadi mertuaku tanpa kuharap, kerepotan mengurus pernikahan anak lelakinya?

“Ra...” panggilnya lagi. Ia menatap mataku. Kemudian menggenggam tangan kananku.

Ketika Aryo menggenggam tanganku, tidak ada perasaan apa-apa. Hampa. Datar. Biasa.

“Maksud kamu apa bertanya kayak gitu?” tanyaku sewot.

“Begini, Ra....” Aryo mulai bercerita, “Aku tahu, kamu masih mencintai seseorang kan? Kamu sedang menunggu seseorang kan? Dan kamu tentu tidak akan ikhlas menjalani pertunangan ini.”

Perkataan Aryo membuatku tersinggung.

“Aku juga sama dengan kamu, Ra. Aku masih mencintai seseorangku. Dia masih menungguku. Orang tuaku tidak menerimanya karena dia adalah anak orang miskin. Dia memang miskin harta, tapi dia kaya iman dan kaya hati. Aku benar-benar ingin menjadikannya istriku, Ra...”

Aku tertegun. Seyakin itu Aryo meminta seseorangnya untuk menjadi istrinya. Sedangkan aku? Apa aku seyakin itu bahwa Davin adalah jodohku? Jika dia bukanlah jodohku, lalu apa arti dari penantianku selama ini?

“Ra, aku bertanya sekali lagi padamu. Jawab dengan jujur, ya, Ra... Apakah kamu sepakat mundur dari pertunangan ini?”

Aku terdiam sejenak, berpikir, dan berpikir untuk kedua kalinya agar tidak salah arah dalam memilih jalan yang akan aku jalani seterusnya.

“Iya. Aku ingin mundur dari pertunangan ini,” jawabku mantap.

Aryo bernafas lega. Aku pun juga bernafas lega. Entah mengapa perasaan lega ini membuat tubuhku tidak lagi sesak karena terbelit ikatan rencana pertunangan. Akhirnya aku bebas dari pertunangan ini.

“Tapi, bagaimana cara kita bilang tentang semua ini pada orang tua kita?” tanyaku pada Aryo.

“Mari kita hadapi ini dengan penuh keberanian,” jawab Aryo lantang.

“Setuju!” sahutku.

“Aku akan membela seseorangku dan kamu akan menunggu seseorangmu.”

“Setuju! Loh, tapi kok aku cuma menunggu, kamu membela?”

“Memangnya apa agendamu selanjutnya? Kalo agendaku kan memang mau membela pacarku. Kamu? Masih menunggu kan? Atau masih mencari?”

“Mencari dong...”

“Sampai kapan?” sindir Aryo.

“Sampai dapat lah...”

Aryo hanya bisa geleng-geleng kepala mendengarkan jawabanku.

“Kita harus mendapatkan cinta kita!”

“Setuju!”

“Dari tadi setuju-setuju mulu. Aku nih yang ngomong panjang lebar dari tadi, capek tau...” elak Aryo.

Aku hanya bisa tertawa nyengir.

“Tenang, Ra...” lanjut Aryo. “Tetaplah kamu menunggu Davin. Jangan lelah menunggunya. Dia pasti kembali untuk kamu.”

“Loh? Kok kamu tahu?”
***

Cinta itu jelangkung. Datang tak diundang, pulang tak diantar
– Rahmadini -

Rhoshandhayani KT
Rhoshandhayani, seorang lifestyle blogger yang semangat bercerita tentang keluarga, relationship, travel and kuliner~

Related Posts

Posting Komentar