Deg Deg Deg - Baleriano Chapter 14

Konten [Tampil]
naskah-novel-baleriano


Aku sedang berada di ruang keluarga, menonton televisi dengan camilan kripik kentang dan segelas orange juice. Aku duduk di sofa bersama Mama yang sedang sibuk mengganti channel tv sesuka hatinya.

Sementara itu, pikiranku terbang ke memori beberapa waktu yang lalu. Jujur, aku masih tak percaya dengan ajakan dinner yang ditawarkan oleh Davin padaku. Dinner yang lalu adalah dinner pertama dan dilakukan rame-rame. Sedangkan dinner kali ini adalah dinner berdua yang... mungkin... romantis... semoga...

Sudah sejak lama aku memikirkan makan malam berdua bersama Davin, tapi tak kunjung datang ajakan itu. Telah sekian lama aku berdoa dan berharap agar Davin berbaik hati mengajakku dinner. Dan ternyata hasil dari doa itu datang dan terwujud besok malam. Aku tahu dan sadar kok, bahwa sebenarnya tidak ada doa yang sia-sia, yang ada hanyalah kenyataan yang tertunda karena belum saatnya aku menikmati rasa indah itu.

“Ma,” panggilku pada Mama.

“Apa?” jawab Mama tanpa menoleh padaku, matanya masih menatap lurus ke arah televisi.

“Kayaknya besok malam aku nggak bisa nemenin Mama shopping deh,” ucapku dengan ragu. Aku takut Mama marah karena tidak bisa menemani Mama melakukan rutinitas malam minggunya.

“Oo, nggak pa-pa. Kebetulan besok malam Mama diundang ke pagelaran fashion milik teman Mama.”

Aku bernafas lega. Akhirnya ketakutanku sirna seiring jawaban Mama yang mengenakkan hati.

“Oh ya, memangnya besok malam kamu mau kemana?” tanya Mama tiba-tiba.

“Mau dinner, Ma,” jawabku singkat.

Mama cuma mengangguk-angguk, pertanda bahwa tidak akan ada masalah jika aku pergi dinner besok malam.

“Udah kamu siapkan gaunnya?”

Aku melongo. Baru teringat bahwa aku tidak memiliki gaun yang pas untuk dinner besok malam. Gaun merah marun itu tak mungkin aku kenakan lagi. Bukan karena sudah rusak atau basi dalam dunia fashion, tapi gaun itu telah aku pakai saat bertemu Davin dan masa’ iya aku mengenakannya lagi saat dinner bersama Davin?

“Belum, Ma,” jawabku dengan tampang melas.

Mama yang melihat wajah suramku hanya bisa geleng-geleng kepala.

Aku berpikir keras kapan waktu yang tepat agar aku bisa mendapatkan gaun baru untuk aku kenakan saat dinner besok malam.

Besok pagi aku harus stand by di butik sampai jam 12 siang karena banyak client yang akan datang ke butikku. Setelah itu aku ada pertemuan dengan desainer lain untuk membahas kontrak kerjasama bisnis clothing di bidang sepatu, kayaknya acaranya sampai sore. Dan kapan aku mencari gaun? Kalaupun aku mencari gaunnya sore hari, aku pasti butuh Mama karena nggak mungkin aku mencari gaun sendirian di mall, lagipula selera gaun Mama lebih up to date daripada aku, karena aku pahamnya cuma sepatu, high heels dan wedgess. Ah, kapan mencari gaunnya kalo jadwalku padat begini?

“Mama punya banyak gaun bagus. Kamu mau?” kata Mama tiba-tiba yang perkataannya bagaikan oase di gurun tak berpenghuni.

“Mau, Ma. Soalnya besok aku nggak ada waktu buat nyari gaun...” sambutku semangat.

“Ada beberapa gaun yang bagus. Sepertinya cocok di tubuh kamu karena waktu Mama seumuran kamu, tubuh Mama juga langsing seperti kamu. Modelnya juga masih trendy kok. Soalnya trend fashion tahun ini kan mengangkat konsep tahun 70an. Gimana? Kamu mau pakai gaun punya Mama?” kata Mama panjang lebar.

Aku terkejut dan tampak berkaca-kaca. Semudah inikah aku mendapatkan gaun? Sungguh tak kusangka secepat ini aku mendapatkannya. Masalah trendy atau enggak, itu nomor terakhir, yang penting aku nyaman saat mengenakannya.

“Boleh, Ma,” sahutku antusias.

“Oh ya, seingat Mama, kayaknya Mama punya satu gaun yang masih bagus dan masih belum Mama pakai. Gaun itu dibelikan mendiang Papa kamu untuk Mama, tapi sayangnya belum sempat Mama pakai.”

“Loh, kok belum dipakai sama sekali, Ma?”

“Iya, sehari menjelang dinner, Papamu meninggal karena kecelakaan,” jawab Mama dengan mata yang diliputi rasa tegar.

Deg. Deg. Deg.

Deg pertama muncul karena aku yang merasa bersalah telah mengungkit masa lalu Mama saat masih bersama Papa. Masalahnya, yang diingat adalah peristiwa yang membuat hati meringis, bukan tentang hal indah saat Mama  masih bersama Papa. Ah, aku nggak becus jadi anak.

Deg kedua adalah pikiranku yang tiba-tiba membayangkan akan terjadi hal yang sama jika aku mengenakan gaun milik Mama. Ya, pikiran anehku menggambarkan dengan jelas tentang Davin yang meninggal terlebih dahulu sebelum kami dinner gara-gara aku mengenakan gaun itu, persis seperti kisah Mama dan Papa beberapa tahun silam. Ah, ngeri membayangkannya. Semoga hal itu tidak terjadi.

Deg ketiga muncul disebabkan aku teringat akan kematian. Manusia, sekalipun peramal tidak akan mungkin bisa mengetahui kapan dia dan orang di sekitarnya akan meninggal pada jam, menit dan detik ke berapa. Tanggal kematian memang rahasia Tuhan, tapi kematian pasti milik manusia sebagai mahluk ciptaan Tuhan.
***

Berdiri di depan cermin oval yang cukup besar sebelum berangkat untuk melakukan aktivitas di luar rumah adalah hal yang wajib kulakukan. Selain untuk berdandan dan merapikan diri, bercermin juga bisa membantu untuk meningkatkan rasa pede alias percaya diri. Dengan sejurus kata-kata penyemangat, aku merasa siap untuk menjalani hal yang aku lakukan di luar rumah, lebih tepatnya untuk menjalani kehidupan yang penuh intrik dan permasalahan yang tentunya dibutuhkan perjuangan serta semangat untuk menaklukkannya.

Karena ketika aku bercermin, aku sedang melihat separuh masa depanku. Sama halnya seperti melihat Davin, aku sedang melihat separuh masa depanku. Tinggal menggenggam jari jemarinya dengan erat, aku telah mendapatkan masa depanku.

Kini aku sedang mengenakan longdress berwarna putih tulang dengan hiasan broket pada bagian dada sampai lengan atas sebagai hiasan agar longdressnya tidak terkesan monoton. Longdress ini cukup simple dan sangat sederhana.

Sempat tercetus di pikiranku, berharap bahwa Davin akan mengenakan setelan yang hampir sama denganku, semoga.
***

Cinta itu memiliki di dalam hati, memiliki yang belum ada, telah ada dan akan tidak ada.
 – Raihana Rizky Ananda -

Rhoshandhayani KT
Rhoshandhayani, seorang lifestyle blogger yang semangat bercerita tentang keluarga, relationship, travel and kuliner~

Related Posts

Posting Komentar