Tragedi Pagi Hari - Baleriano Chapter 17

Konten [Tampil]
naskah-novel-baleriano

“Kara kan mantan pacar saya,” jawab Davin mantap.

Otakku serasa pecah. Saraf-sarafku membelilit satu sama lain. Mataku melotot. Hidung dan telingku mengeluarkan asap kemarahan yang luar biasa. Jantungku berdetak lebih cepat karena emosiku yang semakin tidak stabil dan tidak terkendali.

Aku marah. Benar-benar marah.

Tak kuat menahan amarah, akhirnya aku bangkit dari sandaranku dan berlari meninggalkan Davin yang melongo melihatku seperti berubah wujud menjadi serigala beringas.

Aku berlari kencang. Tak tahu arah dan tak peduli arah. Aku berlari layaknya banteng yang sedang emosi dengan kain warna merah yang mengintainya. Aku berlari layaknya guru galak yang mengejar murid bandelnya. Dan aku berlari layaknya orang gila yang kehilangan akal sehat.

Aku berlari tanpa mengenal waktu, tanpa mengenal jalan mana yang kulewati. Aku juga tidak peduli dengan orang-orang yang tanpa sengaja telah kutabrak, entah berapa puluh orang yang menjadi korbanku karena terserempet dengan keganasanku.

Aku berlari dan terus berlari. Melewati gedung-gedung pencakar langit. Masuk ke pasar, kemudian berlari menuju perkampungan. Mencari tempat untuk berteriak. Mencari dan terus mencari untuk meredakan emosi.

Namun aku belum menemukan tempat yang tepat. Aku pun terus berlari dan semakin kencang. Emosiku semakin tak tertahankan. Aku pun semakin beringas.

Aku berlari dan terus berlari. Aku akan berlari sampai waktuku habis, sampai masaku tiba. Aku akan terus berlari sampai aku letih, sampai kakiku tak kuat lagi menopang berat tubuhku.

Dan ketika sampai di suatu tempat, aku melihat semuanya menjadi gelap.
***

“Ra... Ra... Ra... Maura... Ra... Ra... Maura sayang...”

Aku mendengar ada suara yang memanggilku.

Perlahan kubuka mata. Awalnya keadaan masih buram. Namun ketika aku mencoba membuka mataku lebih lebar lagi, aku melihat ada kerumunan orang mengelilingiku.

Aku terbangun. Melihat sekeliling. Ada Mama, Miss Wenda, Mr. Rayen dan...

“Davin?! Pergi kamu!!! Pergi sana! Pergi jauh-jauh dariku!!!” teriakku yang sungguh emosi ketika melihat Davin berada di depan mataku.

“Tap... tapi, Ra...” protes Davin.

“Pergi!” teriakku lagi sambil mengacungkan jari telunjuk ke arah pintu.

“Tapi, Ra...” elak Davin lagi.

“Pergi! Aku bilang kamu pergi! Jangan pernah muncul di hadapanku lagi!” bentakku lagi.

Mataku menatap tajam mata Davin. Davin hanya bisa menunduk. Sedangkan aku semakin beringas. “Pergi sekarang juga!”

Namun Davin tak mau pergi. Ia tetap diam di tempat, di sampingnya Mr. Rayen.

“Aku benci kamu! Dan pergi jauh-jauh dari hadapanku!” teriakku lagi yang tersulut emosi kebencian.

Miss Wenda dan Mr. Rayen mencoba menenangkanku. “Sudah, Ra.. jangan emosi...”

Aku tidak bisa diam. “Pergi...! Pergi! Pergi!” teriakku sambil memegangi kepala. Aku sadar, aku seperti orang gila.

“Nak Davin, Tante mohon keluar dari kamar Maura sekarang, ya?” pinta Mama dengan lembut.

Davin tidak rela pergi dariku. Tapi mau bagaimana lagi, Mama yang memintanya untuk meninggalkanku. Mau tak mau, Davin pun melangkah keluar kamar.

Suasana menjadi hening seketika.

“Tante, kami berdua balik dulu, ya,” kata Miss Wenda yang pamit undur diri dari hadapan Mama.

“Terima kasih banyak ya, karena kalian berdua telah mengantarkan Maura. Maaf karena menyusahkan kalian, Maura memang tidak tahu diri ketika memilih pingsan di depan rumah orang,” kata Mama.

Miss Wenda dan Mr. Rayen pun beranjak pergi dan keluar dari kamarku. Sekarang tinggallah aku dan Mama, berdua di dalam kamar.

“Kamu kenapa, Maura sayang?” tanya Mama dengan lemah lembut.

Aku diam, tak menjawab pertanyaan Mama.

“Apa yang membuatmu menjadi seperti ini?” tanya Mama lagi.

Aku tetap diam. Tak peduli dengan pertanyaan Mama.

“Mama khawatir dengan kamu, Ra... Berceritalah tentang apa yang terjadi padamu baru saja. Apa yang membuatmu sampai terkapar jatuh di jalanan? Apa yang membuat kamu sebegitu marahnya pada Davin?”

“Jangan sebut nama Davin!” bentakku pada Mama.

Mama terdiam. Terkejut dengan amarahku yang seperti memerintahkan prajuritnya yang tidak becus.

Aku kesal dengan Davin. Aku tidak ingin mendengar nama Davin!
***

Sakit hati, melupakannya, apakah itu cinta?
– Maisita Eka Listianingrum -

Rhoshandhayani KT
Rhoshandhayani, seorang lifestyle blogger yang semangat bercerita tentang keluarga, relationship, travel and kuliner~

Related Posts

Posting Komentar