Pengalaman Zakat Fitrah Langsung ke Penerima

Konten [Tampil]
Assalamualaikum wr wb

Alhamdulillah...  Pada ramadan tahun ini, salah satu cita-cita saya akhirnya terwujud. Pengen banget memberi zakat tapi dengan cara yang berbeda.

memberi-zakat-fitrah-langsung


Pengalaman Zakat Fitrah Tahun-Tahun Sebelumnya

Biasanya, saya setor zakat dalam bentuk uang ke Ibu. 50.000. Ibu membayarkan zakatnya adek juga, tapi besaran zakat fitrahnya Ibu tentu lebih banyak daripada kami semua, karena termasuk zakat mal.

Uang zakat yang terkumpul itu, dibagi-bagi ke dalam beberapa amplop. Kemudian kami pergi ke desa Jatisari, kec. Tempeh. Sebuah desa saat Ibu kecil dulu, yang juga menjadi tempat tinggal Mbah Uti.

Di sana, banyak janda-janda tua yang kurang mampu. Nah, zakat fitrah disalurkan kepada mereka. 

Bersama Bude Kis, kami jalan ke rumah mereka. Mencoba mengetahui rumah mereka, bertemu langsung, serta mengetahui keadaannya. Yaa, mereka memang pantas untuk mendapatkannya. Inshaa Allah berkah.

Rencana Zakat Fitrah Tahun Ini

Namun tahun ini saya ingin yang berbeda. Pengen banget ngasih beras dan sembako langsung kepada para mustahik. Kalau bentuknya berupa beras dan sembako ini kan terasa ada wujudnya. Ada berat-berat yang bisa dibanggakan dan dikenang, haha.

Saya coba menyampaikan niat saya kepada Ibu. Kalaupun Ibu enggak ikut ide saya, enggak papa. Toh saya bisa melakukannya sendiri. 

Eh Alhamdulillah niat ini disambut baik oleh Ibu. Ibu pengennya zakat beras juga, tapi pengen yang banyak banget. Sayangnya saat ini sedang pandemi. Otomatis, pendapatan Ibu menurun drastis, karena anak-anak sekolah pada libur. Jadinya, Ibu zakat fitrah secukupnya.

Saya juga mengajak Mas Angga. Untuk menyalurkan zakat fitrahnya melalui saya. Alhamdulillah mauuu... 

Saya mulai berdiskusi dengan Ibu. Merencanakan uang yang terkumpul. Mendata para mustahik untuk diberikan zakat. Umumnya, para mustahik adalah orang yang Ibu kenal, yang sering berinteraksi dengan Ibu, juga yang Ibu tahu bagaimana kondisinya.

Alhamdulillah, Inshaa Allah tepat sasaran. Semoga yaa...

Duit yang terkumpul 900.000. Pengennya sih 100.000/orang. Tapi berhubung kita akan beli secara grosir, jadi akan dapat lebih murah dan kemungkinan penerima manfaatnya lebih banyak. Jadi, target penerima manfaat ada 12 orang. Padahal saat pendataan, ada 15 orang, tapi ya gimana. Ibu juga lagi tipis uangnya.

Belanja Sembako di GM Plaza

Kami merencanakan beli beras dan sembako. Beras untuk penunaian zakat fitrah. Sembako untuk pelengkapnya, apalagi dalam keadaan pandemi saat ini, mungkin banyak para mustahik yang mengesampingkan beli sembako.

Kami belanja ke GM. Beli minyak goreng, kecap, teh, kopi, sabun, dan mama lemon. Meski belanjaannya cuma segitu, tapi banyak juga cuy kalau beli 12 biji per item. 

belanja sembako

Beli Beras di Warung Tetangga

Untuk beras dan mienya, kami enggak beli di GM. Rencananya beli di warung tetangga yang kemungkinan harganya lebih miring. Eh beneran dong, harganya lebih murah. Tapi kualitasnya tetap bagus laaah.

Untuk mie, pengennya mie sedaap yang 1 box itu ya. Tapi uang kami terbatas. Jadinya beli mie kriting yang bisa dapat lebih banyak.

Lalu, gula? Sebenarnya gula ini adalah item yang terlupakan dan menurut kami bisa dilupakan aja. Tapi kok yo tega, beliin kopi dan teh, tapi enggak beliin gula. Yaweslah kami beli gula sekalian, 0.5 kg/orang. Alhamdulillah harganya turun.

Sebenarnya ada 1 item lagi yang kelupaan dibeli. Garam. Tapi yaa... yaweslah, Inshaa Allah tahun depan. Beli lebih banyak dan diberikan kepada penerima manfaat yang lebih banyak lagi. 

Rincian Belanja

Total belanjaan kami udah melebihi budget cuy.  Tapi setelah keseluruhan barang dihitung, total belanjaan 965.200. Padahal budgetnya 900.000.

Ibu 100.000, Adek 100.000, Mbah Uti 100.000, saya 300.000, Mas Angga 300.000. 

Lalu 65.200 ini dibayarkan oleh siapa? Kalau enggak ada yang mau membayarkan, ya biar saya yang menanggung. Alhamdulillah ditanggung Mas Angga, hoho.

 No.Nama Barang HargaUnit  Jumlah
1Beras 5 kg47.500 12 570.000 
2Mie kriting3.750 12 45.000 
Gula 1/2 kg 7.2501287.000 
Minyak 420 ml 5.700 12 68.400 
Kecap Sedaap 5700 12 68.400 
Teh dandang 4.900 9.800 

Teh Sariwangi  5.000 10 50.000 
Sabun Nuvo 1.70012 20.400 
Mama Lemon 1.900 12 22.800 
Kopi Fresco  sachet 1.950 1223.400 
10Masker 2 biji dari Ibu 12  -
11 Gelas dari Ibu 12 
12 Sendok 2 bijidari Ibu 12
13 Kopi Goodday 2 sachet dari Ibu 12 
 Total  965.200 

Proses Pengepakan Barang

Saat sampai di rumah, kami langsung menge-pak-nya. Lalu sama Ibu ditambahi barang-barang yang ada di rumah, yang belum terpakai, yang mubazir kalau ada di tangan kami. Ibu ngasih masker, gelas, sendok dan kopi good day. Alhamdulillah bisa lebih banyak.

Ah ya, untuk orang-orang tertentu, Ibu menambahkan bonus. Seperti mukenah, body lotion dan cangkir keramik. Masih baruuu, enggak kami pakai.

cangkir keramik

Saya tuh memfoto proses saat pengepakan barang. Eh lah kok foto-fotonya dihapus sama Fatim. Pengen marah tapi gimana. Ya sedihlah. 

Adanya cuma foto ini. Ini pun adalah hasil dari saya membongkar 1 paket sembako biar saya foto. Soalnya perlu dokumentasi juga kan untuk pelaporan... dan kenang-kenangan, hehe.

sembako corona

sembako corona


Orang Pertama yang Menjadi Penerima Zakat Kami

Orang yang pertama kali menjadi penerima zakat kami adalah tukang sampah. Ya memang dibayar sih sama Ibu. 

Tapi kan... ya masa' dia hanya dapat sampah-sampah dari rumah dan toko kami, enggak kecipratan enaknya sesuatu dari rumah kami. Jadinya, Ibu memutuskan memberinya zakat dan sembako.

Tiap pagi dia lewat depan toko kami untuk mengambil sampah. Nah, pagi itu, H-5, Ibu sudah menyiapkan zakat untuk tukang sampah. Ditunggu di depan toko. Alhamdulillah orangnya datang.

Waktu itu saya enggak ada, entah dah ke mana. Jadinya enggak sempat mengabadikan beliau. Semoga zakat dari kami berkah ya Pak...

Zakat Untuk Mbah

H-4, pagi-pagi, tiba-tiba Ibu memanggil saya, sambil mengambil zakat yang biasanya diletakkan di tangga.

Saya lekas-lekas menghampiri Ibu. Ternyata, ada simbah, seorang kakek duduk di depan toko. Kata Ibu, beliau sering seliweran dekat rumah. Rumahnya juga dekat dengan rumah kami, ada di gang sebelah. 

Ibu memberikan zakat kepada beliau. Beliau tinggal sendirian. Enggak kerja karena enggak kuat. Kami enggak tahu sih anaknya bagaimana. Untuk makanan sehari-hari, ada tetangga yang suplai makanan.

Alhamdulillah... semoga zakat fitrah dan sembako ini berkah ya buat si Mbah...

zakat untuk simbah

Simbah-Simbah di Gang Sebelah

Menjelang siang, Ibu mengajak saya dan Adik untuk jalan membagikan zakat ke simbah-simbah yang ada di gang sebelah. Ada 2 simbah yang ditargetkan. Keduanya perempuan.

jalan ke gang

Simbah yang berikut ini, rumahnya biasa aja. Masih tinggal bareng dengan anak-anaknya. Entah sih kerja apa. Tapi menurut Ibu, simbah-simbah seperti mereka ini enggak berdaya. Enggak bisa bekerja, hanya bisa mengandalkan anaknya, yang pendapatannya tak seberapa.

zakat untuk simbah

Sementara, simbah ini juga tak jauh bedalah ya. Yang membedakan adalah, saat saya usai mengabadikan momen ini, simbah minta lihat fotonya. Lalu, katanya "wuah cantik". Hahahhaa

zakat sembako simbah

Zakat Untuk Mbah Sampah

Ibu menyebutnya gitu. Mbah Sampah. Padahal maksudnya mbah-mbah yang sering mungut sampah di tempat sampah depan toko.

Ibu suka sih sama beliau. Soalnya beliau kalau mungut sampah plastik itu rapi, enggak berceceran. Kadang juga kalau lelah, ngobrol sama Ibu.

Rumah beliau, ternyata diketahui Ibu. Agak jauh dari rumah. Sekitar 1 km. Kami antarkan saja ke rumahnya. Sekalian saya ingin tahu rumahnya.

Di foto ini, dia sedang memilah sampah di rumah anaknya. Kalau rumahnya sendiri ada di belakang, biasa aja gitu, jendelanya rusak.


Zakat Untuk Kerabat Karyawan

Awal-awal perencanaan zakat, sebenarnya saya pengen ngasih di wilayah lingkungan Mbak Yuli (karyawannya Ibu). Tapi Mbak Yuli cuma merekomendasikan 1 orang, yaitu mbahnya sendiri yang tinggal di belakang rumahnya.

Enggak merekomendasikan orang-orang sekitar rumahnya. Khawatir pada minta semuanya. Soalnya sifatnya pada iri dengki, haha.

Jadinya, kami memutuskan untuk memberikan kepada simbahnya Mbak Yuli, juga Mbak Yuli. Iya, Mbak Yuli kami kasih dalam niatan sedekah, karena keluarganya sering bisa saat kami mintai tolong. Harapannya, urusan antara kami dipermudah. Aamiin.

Saya sudah bilang ke Mbak Yuli kalau sore nanti mau mampir ke rumahnya. Dia bilang iya silakan, sambil senyum-senyum, lalu bilang kalau udah dikasih tahu Ibu. Wooo ancene.

Sorenya, adek masih tidur. Tidur dari siang sampai sore. Terpaksa saya bangunin. Takut kalau-kalau Mbak Yuli nungguin lama.

Adek bangun. Bergegas kami ke rumah Mbak Yuli sambil membawa 2 kresek sembako. Sesampainya di sana, kami diterima kedatangannya oleh Mbak Yuli. Kresek atau tas yang warna ijo, spesial buat Mbak Yuli. Oleh Ibu, ditambahi mukenah dan lotion.

Lalu kami diajak ke rumah simbah Mbak Yuli yang ada di belakang rumahnya. Pas mau mengabadikan momen, eh Mbak Yuli sungkan ada sapu lidi yang ikutan masuk frame. Hahaha. Enggak papa. Natural ini mah.


Selanjutnya, kami ke rumah Mbak Yani. Beliau adalah orang yang pernah disekolahkan oleh Ayah, mbantu-mbantu Ibu dan tinggal di rumah kami selama 3 tahun. Orangnya baik banget. Pengen dikuliahin sih sama Ibu, supaya derajatnya naik, tapi beliau memilih nikah.

Zakat yang kami antarkan, adalah untuk mertuanya. Kalau Mbak Yani sih mampu-mampu aja ya. Suaminya tukang bengkel di dekat rumah. Anaknya 3. Ada yang kembar dan masih kecil-kecil.

Zakat dan sembako yang kami berikan, diberi bonus berupa lotion dan cangkir keramik. Kalau orang desa kan suka yang ada mewah-mewahnya gitu kan.

Sebenarnya, 12 zakat itu enggak cukup. Data kami lebih dari itu. Jadi ada beberapa orang yang harus kami prioritaskan. Tapi masih ada 1 lagi yang harus kami prioritaskan. Yaitu Mbak Dinda.

Apalah daya sembakonya habis. Uangnya juga mepet. Tapi kami tahu, bahwa orang ini butuh banget zakat dan sembako.

Dalam menyiapkan zakat dan sembako yang urgent ini pun, kami kebingungan. Duit habis cuy. Lalu mengais sisa-sisa uang yang ada di dompet. Beli beras dan sembako di warung tetangga. Meski enggak selengkap paket sembako yang biasa kami siapkan, tapi minimal kebutuhan utama terpenuhi.

Zakat dan sembako yang ini habisnya 79.000. Padahal duit yang saya punya cuma 69.000. Untungnya ditambahi oleh Ibu. Alhamdulillah...

Mbak Dinda ini dulu karyawannya Ibu. Ikut Ibu selama 3 tahun. Memang agak malas-malasan sih orangnya, ya karena dia malas makan, pacaran melulu, enggak tahu dah. 

Tapi Ibu iba dengan Mbak Dinda. Saudaranya banyak, entah berapa. Dia paling akhir. Enggak punya rumah tetap. Ayah kandungnya meninggal. Ayah tirinya enggak kerja. Ibunya juga enggak kerja, hanya terima panggilan kalau dibutuhkan buruh masak.

Jadinya, yang menghidupi keluarga itu adalah anak-anaknya. Itupun enggak sesejahtera yang kita bayangkan.

Sehari-hari, suaminya Mbak Dinda jualan es teh di sebelah rumah. Mbak Dinda ikut juga sama anaknya. Khawatir kenapa-napa kalau tinggal di rumah.

Zakat dan sembako ini, kami berikan kepadanya. Semoga bisa mencukupi asupan kebutuhan keluarga terutama si kecil.


Saya iseng tanya ke Ibu. Kira-kira Mbak Dinda dapat pendapatan dari mana ya Bu, lahwong anak sekolah pada libur dan enggak ada yang jajan? 

Ibu jawab. Ndak weruh. Paling dodol emas. Gelang emas ndek anake gak onok ngunu. Paling didol gae mangan bendino.

Iya sih, waktu kami mengantarkan zakat, Ibu ngajak anaknya Mbak Dinda untuk salaman. Sambil dipegang-pegang tangannya. Ealah ternyata Ibu menandai kalau gelang emasnya sudah enggak ada.

Btw, untuk si mbak-mbak karyawannya Ibu ini, enggak ada fotonya ya. Sungkan mau foto, haha. Soalnya kenal.

Zakat Untuk Tukang Becak

Ada tukang becak yang kami kenal. Yaitu Pak Ali. Salah satu orang kepercayaannya Ayah. Dulu sering banget dimintai tolong oleh Ayah. Juga, kalau kami pergi ke luar kota, keamanan rumah kami percayakan ke beliau.

Kalau enggak salah juga ya, kayaknya Ayah deh yang memfasilitasi Pak Ali untuk mendapatkan becak. Makanya Pak Ali hormat banget ke Ayah. Kami pun hormat juga ke beliau.

Nah kebetulan, waktu itu, saat kami hendak keluar rumah, kelihatan Pak Ali sedang dimintai tolong untuk menebang pohon yang ada di sekolah.

Kami panggil deh beliau. Alhamdulillah.... semoga barokah ya Pak...


Kini, paket zakat fitrah tinggal 3. Untuk tukang becak yang biasanya mangkal di perempatan dekat rumah kami. Kami menandai kalau tukang becak yang biasa mangkal di sana ada 3 orang. 

Pengennya sih kami memanggil mereka saat genap 3 orang. Ditunggui tiap hari, tapi enggak kunjung genap. Hingga pagi itu, terlihat kalau tukang becak di sana lagi ramai. Sepertinya sedang full team tuh.

Lalu saya ke perempatan dengan naik sepeda pancal. Bilang ke tukang becak kalau mereka dipanggil Ibu untuk datang ke rumahnya.

2 di antara tukang becak tersebut, saya mengenali wajahnya. Lalu 1 di antaranya, yang pake topi ungu, saya baru lihat. Kata tukang becak lainnya, si topi ungu ini adalah pemain cadangan. Hmm, kayaknya bukan ini deh tukang becak yang sehari-hari.

Para tukang becak itu datang ke rumah sambil mengendarai becaknya. Lekas-lekas kami berikan zakat dan sembakonya. Alhamdulillah, mereka senang sekali. Aih, saya juga ikutan senang.




Alhamdulillah... kami lega. Kewajiban membayar zakat dan menyalurkannya telah selesai. Kami senang sekali. Lega banget.

Enggak berapa lama kemudian, tiba-tiba ada orang teriak, "Pak Gatooot.... Pak Gatooot".

Lah siapa? Sementara, Ayah sedang enggak ada di rumah.

Saya coba intiplah di balik pagar. Kepala saya menyembul sedikit, si orang tersebut menyadari lalu langsung bilang, "Paaak, kurang 1. Orang ini belum dapat".

Waduh mampus. Paket zakatnya abis euy. Orang yang belum dapat ini adalah tukang becak yang biasanya mangkal di perempatan itu. Salah 1 dari 3 tukang becak yang kami targetkan.

Saya panggil-panggil Ibu. Ibu juga bingung. Enggak ada beras utuh atau minyak utuh. Bingung kami mondar-mandir. Duit pun saya juga enggak megang.

Untungnya Ibu ada duit. Tersisa 50.000 di kantong celana. Kami masukkan amplop. Lalu adek yang berikan. 

Dipanggilnya tukang becak itu yang berteduh di dekat pohon pepaya. Yang memberikan Adek. Tukang becak itu menerimanya sambil tersenyum. Alhamdulillah...

Meski zakatnya berbeda daripada yang lain, tapi kami harap beliau mengerti dan tetap bersyukur. Inshaa Allah.

Eeeeeh, enggak berapa lama kemudian. Tiba-tiba ada orang teriak-teriak. "Assalamualaikum... Assalamualaikum..."

Uwaduh. Ada orang minta zakat lagi. Saya enggak buru-buru keluar. Takut dimintai sembako. Tapi ya gimana, enggak mungkin saya kalau enggak keluar. 

Saat kami cek, ealah ternyata temannya Ayah.

Ya Allah... Allahu akbar.... Jantung kami deg-degan nyut-nyutan...

Bersyukur Bisa Berzakat Langsung

Seru dan berkesan banget sih pembagian zakat fitrah tahun ini. Nano-nano rasanya.

Alhamdulillah... seneeeng banget. Senangnya tuh kayak melambung ke angkasa, haha.

Semoga, zakat fitrah yang kami lakukan dan salurkan, bisa menjadi berkat untuk saudara-saudara kami. Membantu mengurangi beban mereka walau sedikit. Aamiin...

Rencana Zakat Tahun Depan

Saya sih tetap pengen berzakat beras dan sembako tahun depan. Mungkin nominalnya masih sama, haha. Enggak papa, yang penting istiqomah.

Kalau saya sudah di Solo, ya mungkin saya akan berzakat bersama pasangan. Tapi kalau masih di Lumajang, ya saya bareng Ibu aja untuk pembagian zakatnya.

Lalu untuk Ibu, Inshaa Allah tahun depan akan lebih banyak zakat yang dikeluarkan. Juga lebih banyak jumlah penerima manfaat. Meski sembakonya tidak lengkap, tapi merata dan banyak yang dapat.

Yaaa semoga ya Bu, kita dipertemukan lagi dengan Ramadan tahun depan. Biar bisa zakat bareng-bareng lagi. Aamiin....

Nah, itulah cerita zakat kami tahun ini. Hihi. Lucu. Seru.

Wassalamualaikum wr wb

Rhoshandhayani KT
Rhoshandhayani, seorang lifestyle blogger yang semangat bercerita tentang keluarga, relationship, travel and kuliner~

Related Posts

There is no other posts in this category.

1 komentar

  1. Untuk ornag model dulu atau orang kampung, jika zakat tidak berbentuk atau berupa beras kurang puas. Masih ada yang mengganjal hati.
    Sungguh luar biasa, saya salut masih mau beli sembako di warung eceran. Jadi semakin banyak yang tertolong, tidak hanya penerima zakat saja.
    Kalau saya dari dulu lebih suka berupa duit.

    BalasHapus

Posting Komentar