Malam Pertama di Solo

Konten [Tampil]
Assalammualaikum wr wb

Masih teringat, jalanan Solo yang cukup lengang. Tidak begitu banyak kendaraan yang meramaikan jalan utama. Pun dengan lampu-lampunya, tidak begitu gemerlap seperti halnya kota besar lainnya.

Rupanya, Solo cukup menjaga intensitas penerangan, serupa menjaga keteduhan hati warganya.

Foto oleh ig @solo.ngangeni
Saya menghangatkan diri. Berlindung di balik jaket hitam milik Ibu. Juga berlindung di balik punggung seseorang. Seseorang yang… tentunya bukan tukang ojek online.

Malam itu, ia menemani saya untuk mencari kos-kosan, yang akan menjadi tempat bermalam saya selama 4 hari ke depan.

Mencari Kos-Kosan
Sebelumnya saya sudah memesan kos-kosan untuk saya inapi. Saya mendapatkan tarif murah, yaitu 50ribu per malam, atau 100ribu untuk 3 malam. Sangat terjangkau. Lokasinya juga dekat dengan kota, lebih tepatnya di seberang gerbang kampus ISI. Kos Putri Aini, namanya.

Rupanya cukup jauh perjalanan dari stasiun Purwosari menuju Kampus ISI. Hampir setengah jam. Saya kira cuma 15 menit perjalanan.

Sesampainya di ISI, kami berputar-putar mencari kosan tersebut. Sepertinya tak mudah menemukan kosannya. Mengingat petunjuk arah dari mbak kosan hanyalah ‘berada di depan gerbang masuk kampus ISI’. Hmm, bukankah gerbang kampus itu ada banyak ya?

Namun tak lama kemudian, mbak kosan mengirimkan gambar kosan tampak depan, yang ia comot dari google maps. Sebenarnya kami juga cari di google maps sih, tapi sinyal sedang galau, enggak jelas. Alhamdulillah, gambar tersebut memudahkan kami untuk menemukan kosan yang ternyata berada di seberang gerbang samping kampus ISI.

Foto oleh ig @kosputriaini

Kami pun tiba di Kos Putri Aini. Sayangnya, kosan sepi. Tidak ada orang di dalam. Pintu gerbang diketuk-ketuk, tidak ada yang menyahut. Dalam chat, mbak kosan bilang bahwa penjaganya akan segera datang.

Foto oleh ig @kosputriaini
15 menit kemudian, penjaga kosan datang. Fiuh, cukup lama juga menunggu di luar kosan. Tanpa banyak basa-basi, saya pun mendapatkan sebuah kamar kos yang cukup bersih.

Ukuran kamar 2x3 m. Fasilitasnya ada kasur busa tanpa dipan, bantal, kursi, dan meja yang menyatu dengan lemari. Selebihnya lengang.

Foto oleh ig@kosputriaini


Mencari Makan
Usai beres-beres kamar serta bersih diri, saya segera keluar dari kosan. Menghampiri si dia yang ternyata sedang makan gorengan di seberang jalan.

Saya harap dia membawakan makanan untuk saya. Ternyata tidak. Gorengan yang ia beli, dihabiskannya sendiri di tempat. Yaelah, yaweslah. Ikhlaskan saja.

Malam ini, kami hendak mencari makan. Sudah lapar. Perut keroncongan semenjak turun dari kereta.

Dia mengajak saya untuk makan di daerah kota. Lebih tepatnya di Galabo. Sebuah wisata kuliner di jantung kota Solo. Tepatnya berada di sebelah Benteng Vastenburg.

15 menit kemudian, kami pun sampai di Galabo. Memarkir sepeda motor, lalu berjalan ke pusat Galabo.

Foto oleh @Shaggy_solo @KotaSolo_FP

Tampak banyak stand penjaja makanan khas Solo. Sebut saja tengkleng, soto gerabah, nasi liwet, gudeg ceker, sate kere, wedang ronde, tahu kupat, dsb. Waw, menu makanan yang disajikan: Solo banget.

Foto oleh ig @KotaSolo_FP

Di tengah Galabo, terdapat banyak meja kursi untuk dijadikan tempat makan para penjaja kuliner. Kami duduk di salah satunya.

Foto oleh ig @KotaSolo_FP

Dia memesankan saya nasi liwet dan wedang ronde. Sementara, saya duduk di tempat yang telah disediakan, sambil kebingungan.

Saya bingung dengan lagu yang saya dengar di Galabo. Ini lagu rekaman dari kaset atau suara orang yang nyanyi langsung?

Saya coba mencari-cari panggung terbuka, tidak ada. Mencari-cari orang yang bernyanyi dengan menggunakan mikrofon, tidak ada juga. Aneh. Kalau ini adalah lagu rekaman dari kaset, kenapa lagunya sedikit berbeda dari penyanyi aslinya?

Saya coba cari sekali lagi, eh ternyata ada. Rupanya tadi tertutup punggung orang-orang yang sedang makan. Soalnya saya ambil duduknya agak jauh dari sumber suara, hehe.

Pesananpun datang. Dua porsi nasi liwet, untuk saya dan untuknya. Dahi saya mengernyit, ini beneran nasi liwet?

Di depan saya, tersaji satu cup nasi liwet dengan taburan bawang goreng di atasnya, sayur lalapan, sambal, serta ayam goreng (yang ukurannya kurang memuaskan, hehe). Intinya, nasi liwet yang disuguhkan, tak ubahnya dengan nasi lalapan ayam biasa. Lalu ini, mana spesialnya?

Dia yang paham bahwa saya punyak banyak pertanyaan tentang ini, langsung mengklarifikasi, sekaligus menyampaikan pendapatnya. Bahwa nasi liwet ini bukanlah nasi liwet yang diharapkannya.

Nasi liwet yang enak dan asli, adalah nasi liwet yang dijual oleh mbah-mbah. Sementara, ini adalah nasi liwet buatan ibu-ibu muda. Yasudahlah, dimakan seenaknya. Toh, lapar.

Setelahnya, saya nyobain wedang ronde. Pernah tahu sih di Lumajang. Wujudnya sama dengan yang aslinya di Solo. Isinya pun juga sama persis. Rasanya juga sama. Hanya saja, tidak begitu saya sukai. Karena jahenya nyegrak-nyegrak gimanaaa gitu.

Mencari Alun-Alun Solo
Pada setiap kota yang dikunjungi, saya selalu penasaran dengan alun-alunnya. Termasuk Solo. Bagaimana rupa alun-alunnya ya?

Usai santap makan malam di Galabo, kami lekas-lekas menuju parkiran untuk mengambil sepeda motor. Eh njilalah, sepeda motor yang kami tuju: keliru.

Kami berdua merasa tidak salah kaprah sih. Lahwong merk sepeda motornya sama, helm hitam yang ditaruh di kaca depan adalah sama, dan helm biru saya yang ditaruh di boncengan juga sama. Hanya saja, kenapa helmnya jadi jelek?

Eh ternyata, salah. Rupanya sepeda motor kami bukan yang ini, melainkan yang berada di sebelahnya lagi. Healaaah, kenapa bisa semirip ini ya?

Perjalanan malam itu dilanjutkan kembali. Tujuannya Alun-Alun Solo.

Kala itu, jalanan Solo cukup lengang. Saya diajak keliling ke daerah keraton. Ternyata, berputar-putar di dalam keraton rasanya pusing ya. Kalau ke keraton sendirian, dijaminlah saya kesulitan menemukan jalan keluarnya.

Hingga sampailah kami di sebuah tanah lapang yang ramai, dengan pohon beringin di tengah lapangan.

Iki alun-alune?” tanya saya.
Iyo
Iki? Temenan?”
Iyo, tenanan

Nb: temenan artinya beneran (Jawa Lumajangan), tenanan artinya beneran (Jawa Soloan).

Saya cukup kaget sih, saat tahu bahwa Alun-Alun Solo sesederhana ini. Beda sama yang di Lumajang. Kalau alun-alun di Lumajang rame banget. Banyak pohon dan tanamannya, banyak kursi-kursiannya, ada taman bunganya, taman bermain, dan di setiap sudutnya ada air mancur. Kontra sekali dengan Alun-Alun Solo.

Ternyata, wajar jika Alun-Alun Solo begini adanya. Karena ia milik keraton. Keraton harus menjaga sedemikian adanya, seperti yang terdahulu. Intinya, menjaga keasliannya.

Kalaupun ingin meramaikan alun-alun, diperbolehkan. Asal tidak dengan bangunan permainan.

Ada banyak wahana permainan di sekitar alun-alun, yang tentunya setelah malam semakin pekat, para penjaja mainan akan membereskan mainannya. Begitu pula dengan para penjaja makanan, dan penjual jasa sewa kereta kayuh.

Sejujurnya, saya masih belum percaya bahwa tanah lapang ini adalah alun-alun. Saya masih mengiranya sebagai pasar malam, hehe.

Akan saya percayai, bila saya sudah menyentuh tanahnya, lalu duduk di atasnya, sambil menikmati sajian yang ada di sana. Hehe. Oke, besok malam ke sana ya.
--

Malam pertama ini ditutup dengan kembalinya saya ke kosan. Diantar olehnya, yang masih pake baju kantor, dengan tas laptop di punggungnya.

Jarak antar kosan saya dengan rumahnya, sepertinya cukup jauh. Setengah jam perjalanan.

Baik-baik ya dengan jaketnya. Berkawanlah dengan dinginnya malam. Jangan lupa, besok ketemu lagi. Sarapan nasi liwet yang asli ya, hehe. Juga, semoga malam-malam selanjutnya menyenangkan.
Wassalammualaikum wr wb.
Rhoshandhayani KT
Rhoshandhayani, seorang lifestyle blogger yang semangat bercerita tentang keluarga, relationship, travel and kuliner~

Related Posts

19 komentar

  1. Aku gagal fokus dengan kosannya mbak.. Murah bgt ya kl untuk 3 hari 100rb.. Kantong mahasiswa bgt ini mah, wkwkk

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sama. HAHAHA.

      Asik sih kalau ada kostan 100rb buat 3 malam gitu. Travelling ke Solo jadi nggak usah pusing nyari motel. Kok bisa ya kostan disewa per hari atau paketan gitu? πŸ˜‚πŸ˜‚πŸ˜‚

      Noted. Lumayan buat bekal nanti.

      Btw, akhir-akhir ini banyak yang bahas Solo ya. Jadi ngiler sendiri huhuhu

      Hapus
    2. Iya, kuulangi lagi nanti kalo ke Solo πŸ˜‚

      Hapus
  2. Kos-kosannya kayaknya nyaman banget, asyik juga kalau traveling nginepnya di kos-kosan gitu, lebih urah ya daripada nginep di hotel

    BalasHapus
  3. Wah kosannya murah banget. Boleh nih lain kali kalo ke Solo lagi coba nginep di sana. Ehehe~

    BalasHapus
  4. Bisa dijadikan alternatif bagi para backpacker ya. Ga melulu hrs di hotel.

    BalasHapus
  5. Mana foto alun2nya???

    Di beberapa daerah, alun2 kadang gak jd pusat kota karena udah banyak bangunan. Btw, kosnya murah, cocok buat backpacker

    BalasHapus
  6. Seru banget perjalanan ke Solonya. banyak menemukan hal menarik. Dapet banyak kesempatan mencoba hal baru dan tentu juga seru abis. sesekali mau nyoba ke solo tanya itinerary seru kali yaaa hehehe

    BalasHapus
  7. Waduh, malam pertamanya di Solo kurang menyenangkan yaa.. hiks.. maafkan jika tak seperti yang diharapkan. Sebagai orang Solo asli aku jadi gimanaaaa gitu. Semoga ada cerita lebih mengasyikkan di hari selanjutnya di Solo yaa Kak Ros :)

    BalasHapus
  8. Eheem...jadi penasaran dengan tokoh si dia...hihihi..siapakah dia gerangan???
    Eh itu kos-kosan nyaman juga ya,murah lagi.

    BalasHapus
  9. Waaah okesip GALABO nih seru kayaknya! kalau ke Solo mau mampir aah biasanya abis acara free nya emang malam!

    BalasHapus

Posting Komentar